Sabtu, 05 Februari 2011

FAKTOR KESULITAN BELAJAR


Setiap anak adalah “unik”, tidak dapat disamakan antara satu anak dan lainnya. Mereka mempunyai ritme perkembangan yang berbeda-beda. Tak terbanyang jika semua anak sama. Seorang ibu biasanya lebih peka dalam menangkap “perbedaan” dari anak-anak yang dilahirkannya. Wajar jika kemudian ibu akan terus mencoba mencari pendekatan yang tepat dan terbaik dalam menuntun perbedaan pada diri anak-anaknya. Dengan memperhatikan apa yang berbeda dari tiap-tiap anaknya, orang tua akan mengetahui bagaimana menyikapinya. Anak yang memiliki “perbedaan” karena kekhususannya dikatakan sebagai anak berkebutuhan khusus dan harus dibimbing sesuai dengan kekhususannya tadi. Anak berkebutuhan khusus yang dibahas dalam buku ini adalah anak yang berkesulitan belajar.
Anak berkesulitan belajar merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari anak luar biasa. Oleh karena itu perlu, perlu pemahaman terhadap anak berkesulitan belajar ditinjau secara histories, empiris, dan teoritik. Ketiga tinjauan ini dapat memberikan gambaran yang luas terhadap pemahaman anak berkesulitan belajar.
Persoalan anak kesulitan belajar di Indonesia merupakan persoalan yang baru. Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan adanya penggunaan istilah mengenai hakikat kesulitan belajar secara keliru, banyak orang termasuk sebagian besar para guru, tidak dapat membedakan antara kesulitan belajar dengan tunagrahita. Tanpa memahami hakikat kesulitan belajar, akan sulit pula menentukan jumlah anak berkesulitan belajar sehingga pada gilirannya juga sulit untuk membuat kebijakan pendidikan bagi mereka. Dengan memahami hakikat kesulitan belajar, jumlah dan klasifikasi mereka dapat ditentukan dan strategi penanggulangannya yang efektif dan efisien dapat dicari. Penyebab kesulitan belajar juga perlu dipahami karena dengan pengetahuan tersebut dapat dilakukan usaha-usaha preventif maupun kuratif. Oleh karena itu para calon guru bagi anak berkesulitan belajar perlu lebih dahulu memahami hakikat kesulitan belajar sebelum melakukan pengkajian yang lebih mendalam tentang pendidikan mereka.

Defenisi
Kesulitan belajar merupakan terjemahan dari istilah bahasa Inggris learning disability. Terjemahan tersebut sesungguhnya kurang tepat karena learning artinya belajar dan disability artinya ketidak mampuan; sehingga terjemahan yang benar seharusnya adalah ketidakmampuan belajar. Istilah kesulitan belajar digunakan dalam tulisan ini karena dirasakan lebih optimistik.
Kesulitan belajar merupakan suatu konsep multidisipliner yang digunakan dilapangan ilmu pendidikan, psykologi, maupun ilmu kedokteran. Pendidikan menggunakan istilah kesulitan belajar spesifik (specific learning disability). Psikologi menggunakan istilah penyimpangan persepsi dan tingkah laku hiperkinitik (perceptual desorders and hyperkinetic behavior). Bahasa (speach and language) menggunakan istilah apasia dan disleksia (aphasia and dyslexia). Kesehatan (medicine) menggunakan rusak otak (minimal brain clemage) disfungsi minimal otak (brain injuiry), dan gangguan otak (brain impairment). Istilah yang umum digunakan adalah luka otak, disfungsi minimal otak, dan kesulitan belajar.
Definisi kesulitan belajar pertama kali ditemukan oleh The United States Offfice of Education (USOE) pada tahun 1977. Definisi tersebut seperti dikutip oleh Hallahan, Kauffman dan Lloyd, seperti berikut:
“Kesulitan belajar khusus adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ujaran atau tulisan. Gangguan tersebut mungkin menampakkan diri dalam bentuk kesulitan mendengarkan, berfikir, berbicara, membaca, menulis, mengeja atau berhitung. Batasan tersebut mencakup kondisi-kondisi seperti gangguan perceptual, luka pada otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Batasan tersebut tidak mencakup anak-anak yang memiliki problematika belajar yang penyebab utamanya berasal dari adanya hambatan dalam penglihatan, pendengaran, atau motorik, hambatan karena tunagrahita, karena gangguan emosional, atau karena kemiskinan lingkungan, budaya, atau ekonomi” ((Hallahan, D.F: Kauffman, J.M; & Lloyd, J.W :14).
Sementara itu, The National Joint Committee for Learning Disabilities (NJCLD) mengemukakan definisi kesulitan belajar sebagai berikut:
“Kesulitan belajar menunjuk pada sekelompok kesulitan yang dimanifestasikan dalam bentuk kesulitan yang nyata dalam kemahiran dan penggunaan kemampuan mendengarkan, bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi matematika. Gangguan tersebut intrinsic dan diduga disebabkan oleh adanya disfungsi system syaraf pusat. Meskipun suatu kesulitan belajar mungkin terjadi bersamaan dengan adanya kondisi lain yang mengganggu (misalnya gangguan sensoris, tunagrahita, hambatan social dan emosional) atau berbagai pengaruh lingkungan (misalnya perbedaan budaya, pembelajaran yang tidak tepat, factor-faktor psikogenik), berbagai hambatan tersebut bukan penyebab atau pengaruh langsung” (Hammill et, al, 1981: 336).
Lain halnya dengan The Board of The Association For children and Adult With Learning Disabilities (ACALD), mengemukakan definisinya sebagai berikut:
“Kesulitan belajar khusus adalah suatu kondisi kronis yang diduga bersumber neurologist yang secara selektif mengganggu perkembangan, integrasi, dan/atau kemampuan verbal dan/atau non verbal. Kesulitan belajar khusus tampil sebagai suatu kondisi ketidakmampuan yang nyata pada orang-orang yang memiliki inteligensi rata-rata hingga superior, yang memiliki sistem sensoris yang cukup dan kesempatan untuk belajar yang cukup pula. Berbagai kondisi tersebut bervariasi dalam perwujudan dan derajatnya. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri, pendidikan, pekerjaan, sosialisasi, dan/atau aktivitas kehidupan sehari-hari sepanjang kehidupan” (Lovitt, 1989: 7).
Maka dapat disimpulkan bahwa indikasi kesulitan belajar dapat berwujud sebagai suatu kekurangan dalam satu atau lebih bidang akademik, baik dalam mata pelajaran yang spesifik seperti membaca, menulis, matematika, dan mengeja; atau dalam berbagai keterampilan yang bersifat lebih umum seperti mendengarkan, berbicara dan berfikir. Namun, penulis mengamati dari ketiga definisi di atas, ada hal yang berbeda dari definisi yang diungkapkan ACALD yaitu pada kalimat terakhir yang menyatakan bahwa kesulitan belajar dapat melampaui kawasan akademik.
Di Indonesia belum ada definisi yang baku tentang kesulitan belajar. Para guru umumnya memandang semua siswa yang memperoleh prestasi belajar yang rendah disebut siswa yang berkesulitan belajar. Dalam kondisi seperti ini, kiranya dapat dipertimbangkan untuk mengadopsi definisi yang dikemukakan oleh ACALD untuk digunakan dalam dunia pendidikan di Indonesia.

Faktor Penyebab dan Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar
Aktivitas belajar bagi setiap individu tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangatnya tinggi, tetapi terkadang juga sulit untuk mengadakan konsentrasi. Ada beberapa ahli pesimis untuk menyebutkan penyebab kesulitan belajar. Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan prilaku (misbehavior) siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering bolos, dan sering minggat dari sekolah.
M. Dalyono (2006: 229) mengungkapkan bahwa kesulitan belajar tidak selalu disebabkan karena factor intelegensi yang rendah (kelainan mental), akan tetapi dapat juga disebabkan oleh faktor-faktor non intelegensi. Dengan demikian, IQ yang tinggi belum tentu menjamin keberhasilan belajar. Karena itu, Dalyono membagi kesulitan belajar dalam beberapa kelompok:

1) Dilihat dari jenis kesulitan belajar:
- berat
- sedang.
2) Dilihat dari bidang studi yang dipelajari:
- sebagian bidang studi
- keseluruhan bidang studi
3) Dilihat dari sifat kesulitan:
- permanen
- sementara
4) Dilihat dari faktor penyebabnya:
- intelegensi
- non intelegensi
Sementara menurut Muhibbin syah mengungkapkan bahwa secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri dari (Muhibbin Syah, 2007: 173)
1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri, meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik siswa, yakni:
a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/ intelegensi siswa.
b. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
c. Yang bersikap psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga)
2. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa, meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa, yakni:
a. Lingkungan keluarga, contohnya ketidak harmonisan hubungan orang tua dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga.
b. Lingkungan perkampungan/ masyarakat, contohnya wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan yang nakal.
c. Lingkungan sekolah, contohnya kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar dan kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Selain faktor-faktor penyebab umum di atas, ada faktor penyebab yang lebih khusus yakni sindrom psykologis seperti yang telah dikemukakan dimuka berupa ketidakmampuan belajar (learning disability). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar, itu terdiri atas: (Muhibbin Syah, 2007: 174)
1. Disleksia (dyslexia), yakni ketidakmampuan belajar membaca
2. Disgrafia (dysgraphia), yakni ketidakmampuan belajar menulis
3. Diskalkulia (dyscalculia), yakni ketidakmampuan belajar matematika

1 komentar:

Anonim mengatakan...

ikut copas FAKTOR KESULITAN BELAJAR
ya gan...
http://gentengjatiwangi-luvumy.blogspot.com