Jumat, 18 Maret 2011

MAHKUM ALAIH

MAHKUM ALAIH

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang
Agama Islam adalah salah satu agama samawi yang diturunkan Allah Swt kepada rasul-Nya Muhammad Saw. Beliau menjadi penerima wahyu dan sekaligus menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya, itulah yang disebut sebagai tugas rasul. Salah satu dari beberapa macam wahyu yang dirunkan Allah kepada Nabi Muhammad adalah Al-Quran. Al-quran adalah wahyu yang berbentuk fisik yang diterima Nabi Muhammad. Dan Alquran adalah pedoman kehidupan manusia, baik itu pedoman berupa perintah, larangan, anjuran, atau disimpulkan sebagai sumber hukum dalam hidup manusia, dan alquran juga berisikan sejarah masa lalu, dan berita umat yang akan datang.
Selain Al quran, yang dijadikan sumber hukum adalah Hadis Nabi Muhammad Saw. Fungsi dari hadits tersebut adalah sebagai penjelas dalam atau menerangkan kalimat-kalimat yang ada dalam Al quran. Dalam hal ini sesuai dengan kemajuan zaman, dan perbedaan budaya dalam hidup manusia, terkadang ada hukum hukum yang ditetapkan pada zaman Nabi Muhammad tidak relefan dengan keadaan setelahnya. Juga ada hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sekarang, belum terjadi pada zaman rasul, sahabat dan tabi’in, yang berakibat belum jelasnya satatus suatu hukum pada peristiwa tersebut. Dalam mengatasi hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah diatas, maka yang menjadi acuan adalah hasil dari Ijma’ Ulama.
Hukum yang diatur Alqura’an dan hadits ada juga ditemukan pembahasan-pembahasan hukum secara global, namun dalam paradikma para ulama hal tersebut adalah sebuah khazanah pengetahuan dalam islam, dan hal seperti itu adalah dalam wilayah-wilayah pembahasan Ushul Fiqh. Seperti yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Mahkum alaih.


2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Mahkum Alaih?
b. Apa yang dimaksud Taklif, Ahliyyah?

B. Pembahasan
1. Pengertian Mahkun ‘Alaih
Mahkum ‘Alaih adalah seseorang yang tindakan atau perbuataannya dikenai hukum-hukum syariat. Mahkum alaih dapat juga dikatakan sebagai subyek dari hukum atau orang yang dibebani hukum, dalam kajian ushul fiqh ini juga disebut dengan Mukallaf. Perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sudah dewasa (Balligh) meliputi seluruh gerak geriknya, pembicaraannya, maupun niatnya. Mahkum Alaih adalah subyek hukum yaitu mukallaf yang melakukan perbuatan-perbuatan Taklif (hukum yang menuntun manusia untuk melakukan, meninggalkan, atau memilih antara berbuat atau meninggalkan).
Jika Mahkum Fih menjelaskan tentang perbuatan mukallaf, maka Mahkum ‘Alaih adalah menjelaskan orang yang melakukan hukum.
Ada beberapa bagian yang menjadikan seseorang atau mukallaf dikatan sebagai Mahkum Alaih.
a. Dasar Taklif
Yang dimaksud dengan dasar taklif adalah orang atau mukallaf yang sudah mampu mengerjakan tindakan hukum, dan ulama ushul fiqh sepakat dasar mukallaf dikenai hukum adalah berakal dan memiliki pemahaman terhadap hukum yang ditujukan kepadanya.
1. Syarat Taklif
- orang yang telah mampu memahami tuntunan Syara’ yang terkandung dalam Alquran dan Sunnah baik secara langsung maupun melalui orang lain.
- Mampu dalam bertindak hukum (Ahliyah). artinya orang yang belum mampu untuk melakukan suatu kewajiban hukum. Maka belum dipertanggung jawabkan tindakannya.
b. Ahliyah
Defenisi Ahliyyah adalah Kepatutan seseorang memiliki beberapa hak dan dan melakukan kewajiban. Dan juga Ahiyyah adalah sifat yang menunjukan seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya, sehingga segala tindakannya dapat dinilai sebagai syara’. Kemampuan untuk bertindak hukum tidak datang kepada seseorang sekaligus, tetapi melalui tahapan tahapan. Sesuai dengan perkembangan jasmani dan akalnya. Dengan demikian ulama membagai macam-macam ahliya
- Ahliyyah ada’
Dalam hal ahliyyah ada’ ini adalah mukallaf yang telah aqil baligh, yang telah sempurna akal dan pemahamannya dan segala tindakannya dikenai hukum, baik itu haram atau halal, daam arti berpahala jika ia melakukan kebaikan dan berdosa jika melakukan sebuah kesalahan.
- Ahliyyah Al Wujub
Ahliyyah wujub adalah orang yang cakap menerima hak-haknya namun belum mampu untuk dibebani seluruh kewajiban. Contoh orang yang memperoleh hak-hak waris dari keluarganya namun belum mampu menjalankan kewajiban syara’ seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Dasar adanya kecakapan ini adalah adanya nyawa atau kehidupan. Ahliyyah menurut ulama Fiqh adalah seseorang yang secara hukum bertindak dan menerima hak tertentu berdasarkan sifat kemanusiaannya. Tanpa dibatasi umur, baligh, cerdas atau tidak. Semenjak dia dilahirkan hingga meninggal dunia.
Ada dua bagian dalam ahliyyah alwujub
• Ahliyah Al wujub al naqishah (Janin yang masih berada dalam kandungan seorang ibu)
Ada beberapa hak bagi janin
1. hak keturunan dari seorang ayah
2. hak waris
3. wasiat yang ditujukan kepadanya
4. harta wakaf yang ditujukan kepadanya.
• Ahliyyah Al Wujub Al Kamilah (Yaitu kecakapan bagi seorang anak menerima haknya bagi seorang yang telah lahir sampai ia dinyatakan berakal walaupun masih kurang sempurna.

Mengenai tindakan hukum kepada orang yang berstatus Ahliyyah Ada’ atau Ahliyyah Alwujub Alkamilah, jika mereka melakukan tindakan pengrusakan barang orang lain atau melakukan tindakan yang merugikan orang lain, maka ia wajib mengganti rugi dengan hartanya sendiri yang diperoleh dari waris atau hibbah, ketetapan ini adalah ketetapan ulama ushul fiqh. Namun apabila mereka melakukan perbuatan pembunuhan, maka menurut ulama ushul, bahwa status Ahliyyah Ada’ bertanggung jawab penuh terhadap untuk menerima hukuman dari tindakannya sesuai dengan hukum syara’. Akan tetapi berbeda dengan Ahliyyah Al wujub Al kamilah, perbuatan mereka belum dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, dan perbuatan mereka dianggap melukai atau hukumannya dikenakan dengan diyat bukan qishas.




Kesimpulan

Mahkum ‘Alaih adalah seseorang yang tindakan atau perbuataannya dikenai hukum-hukum syariat.
Mukallaf ialah seorang manusia yang memiliki akal serta paham akan ketentuan Allah yangmana ketentuan perbuatannya ditentukan syariat dari segi hukumnya
Hukum Taklif itu berarti pembebanan terhadap mukallaf dengan menuntut sebuah perbuatan darinya yang mana ia memiliki 5 jenis hukum yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, haram.
Defenisi Ahliyyah adalah Kepatutan seseorang memiliki beberapa hak dan dan melakukan kewajiban. Dan juga Ahiyyah adalah sifat yang menunjukan seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya, sehingga segala tindakannya dapat dinilai sebagai syara’

Daftar Pustaka

Rachmad Syafei, 2007, Ilmu Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung.
Syeh Abdul Wahab Khallaf, 1999, Ilmu Ushul Fiqh, Rineka Cipta, Jakarta.

2 komentar:

Rohman brebes mengatakan...

artikel anda bagus cma sayang knp diatas adalah borobudur sdngkn srtikel anda mngnai ushul fikih....apakah anda islam....?????

Rohman brebes mengatakan...

mohon di perbaiki