Kancah Kreatif
Berani adalah awal keberhasilan, ketakutan kegagalan yang pasti.
Selasa, 23 Juni 2020
Nikmati Proses
Oleh KH ABDULLAH GYMNASTIAR
Apapun OPINI yang berkembang tentang AA Gim, tapi apa yang ia katakan dan ia tulis dalam karya bukunya bisa membuat orang sadar dan mawas diri... Aa Gim banyak memberi motivasi.
Semoga bermanfaat....
Post Oleh: Rosi NS, S.Pd.I
Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses. Mengapa? Karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil. Kalau hasil itu ALLOH yang menetapkan, tapi bagi kita punya kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam aktivitas sehari-hari harus kita jaga, yaitu selalu menjaga setiap niat dari apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan, selebihnya terserah ALLOH SWT.
Seperti para mujahidin yang berjuang membela bangsa dan agamanya, sebetulnya bukan kemenangan yang terpenting bagi mereka, karena menang-kalah itu akan selalu dipergilirkan kepada siapapun. Tapi yang paling penting baginya adalah bagaimana selama berjuang itu niatnya benar karena ALLOH dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap terjaga. Tidak akan rugi orang yang mampu seperti ini, sebab ketika dapat mengalahkan lawan berarti dapat pahala, kalaupun terbunuh berarti bisa jadi syuhada.
Ketika jualan dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga, maka masalah yang terpenting bagi kita bukanlah uang dari jualan itu, karena uang itu ada jalurnya, ada rizkinya dari ALLOH dan semua pasti mendapatkannya. Karena kalau kita mengukur kesuksesan itu dari untung yang didapat, maka akan gampang sekali bagi ALLOH untuk memusnahkan untung yang didapat hanya dalam waktu sekejap. Dibuat musibah menimpanya, dikenai bencana, hingga akhirnya semua untung yang dicari berpuluh-puluh tahun bisa sirna seketika.
Walhasil yang terpenting dari bisnis dan ikhtiar yang dilakukan adalah prosesnya. Misal, bagaimana selama berjualan itu kita selalu menjaga niat agar tidak pernah ada satu miligram pun hak orang lain yang terambil oleh kita, bagaimana ketika berjualan itu kita tampil penuh keramahan dan penuh kemuliaan akhlak, bagaimana ketika sedang bisnis benar-benar dijaga kejujuran kita, tepat waktu, janji-janji kita penuhi.
Dan keuntungan bagi kita ketika sedang berproses mencari nafkah adalah dengan sangat menjaga nilai-nilai perilaku kita. Perkara uang sebenarya tidak usah terlalu dipikirkan, karena ALLOH Mahatahu kebutuhan kita lebih tahu dari kita sendiri. Kita sama sekali tidak akan terangkat oleh keuntungan yang kita dapatkan, tapi kita akan terangkat oleh proses mulia yang kita jalani.
Ini perlu dicamkan baik-baik bagi siap pun yang sedang bisnis bahwa yang termahal dari kita adalah nilai-nilai yang selalu kita jaga dalam proses. Termasuk ketika kuliah bagi para pelajar, kalau kuliah hanya menikmati hasil ataupun hanya ingin gelar, bagaimana kalau meninggal sebelum diwisuda? Apalagi kita tidak tahu kapan akan meninggal. Karenanya yang paling penting dari perkuliahan, tanya dulu pada diri, mau apa dengan kuliah ini? Kalau hanya untuk mencari isi perut, kata Imam Ali, “Orang yang pikirannya hanya pada isi perut, maka derajat dia tidak akan jauh beda dengan yang keluar dari perutnya”. Kalau hanya ingin cari uang, hanya tok uang, maka asal tahu saja penjahat juga pikirannya hanya uang.
Bagi kita kuliah adalah suatu ikhtiar agar nilai kemanfaatan hidup kita meningkat. Kita menuntut ilmu supaya tambah luas ilmu hingga akhirnya hidup kita bisa lebih meningkat manfaatnya. Kita tingkatkan kemampuan salah satu tujuannya adalah agar dapat meningkatkan kemampuan orang lain. Kita cari nafkah sebanyak mungkin supaya bisa mensejahterakan orang lain.
Dalam mencari rizki ada dua perkara yang perlu selalu kita jaga, ketika sedang mencari kita sangat jaga nilai-nilainya, dan ketika dapat kita distribusikan sekuat-kuatnya. Inilah yang sangat penting. Dalam perkuliahan, niat kita mau apa nih? Kalau mau sekolah, mau kuliah, mau kursus, selalu tanyakan mau apa nih? Karena belum tentu kita masih hidup ketika diwisuda, karena belum tentu kita masih hidup ketika kursus selesai.
Ah, Sahabat. Kalau kita selama kuliah, selama sekolah, selama kursus kita jaga sekuat-kuatnya mutu kehormatan, nilai kejujuran, etika, dan tidak mau nyontek lalu kita meninggal sebelum diwisuda? Tidak ada masalah, karena apa yang kita lakukan sudah jadi amal kebaikan. Karenanya jangan terlalu terpukau dengan hasil.
Saat melamar seseorang, kita harus siap menerima kenyataan bahwa yang dilamar itu belum tentu jodoh kita. Persoalan kita sudah datang ke calon mertua, sudah bicara baik-baik, sudah menentukan tanggal, tiba-tiba menjelang pernikahan ternyata ia mengundurkan diri atau akan menikah dengan yang lain. Sakit hati sih wajar dan manusiawi, tapi ingat bahwa kita tidak pernah rugi kalau niatnya sudah baik, caranya sudah benar, kalaupun tidak jadi nikah dengan dia. Siapa tahu ALLOH telah menyiapkan kandidat lain yang lebih cocok.
Atau sudah daftar mau pergi haji, sudah dipotret, sudah manasik, dan sudah siap untuk berangkat, tiba-tiba kita menderita sakit sehingga batal untuk berangkat. Apakah ini suatu kerugian? Belum tentu! Siapa tahu ini merupakan nikmat dan pertolongan dari ALLOH, karena kalau berangkat haji belum tentu mabrur, mungkin ALLOH tahu kapasitas keimanan dan kapasitas keilmuan kita.
Oleh sebab itu, sekali lagi jangan terpukau oleh hasil, karena hasil yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut perhitungan ALLOH. Kalau misalnya kualifikasi mental kita hanya uang 50 juta yang mampu kita kelola. Suatu saat ALLOH memberikan untung satu milyar, nah untung ini justru bisa jadi musibah buat kita. Karena setiap datangnya rizki akan efektif kalau iman kitanya bagus dan kalau ilmu kitanya bagus. Kalau tidak, datangnya uang, datangnya gelar, datangnya pangkat, datangnya kedudukan, yang tidak dibarengi kualitas pribadi kita yang bermutu sama dengan datangnya musibah. Ada orang yang hina gara-gara dia punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang bagus, jadi petantang-petenteng, jadi sombong, jadi sok tahu, maka dia jadi nista dan hina karena kedudukannya.
Ada orang yang terjerumus, bergelimang maksiat gara-gara dapat untung. Hal ini karena ketika belum dapat untung akan susah ke tempat maksiat karena uangnya juga tidak ada, tapi ketika punya untung sehingga uang melimpah-ruah tiba-tiba dia begitu mudahnya mengakses tempat-tempat maksiat.
Nah, Sahabat. Selalulah kita nikmati proses. Seperti saat seorang ibu membuat kue lebaran, ternyata kue lebaran yang hasilnya begitu enak itu telah melewati proses yang begitu panjang dan lama. Mulai dari mencari bahan-bahannya, memilah-milahnya, menyediakan peralatan yang pas, hingga memadukannya dengan takaran yang tepat, dan sampai menungguinya di open. Dan lihatlah ketika sudah jadi kue, baru dihidangkan beberapa menit saja, sudah habis. Apalagi biasanya tidak dimakan sendirian oleh yang membuatnya. Bayangkan kalau orang membuat kue tadi tidak menikmati proses membuatnya, dia akan rugi karena dapat capeknya saja, karena hasil proses membuat kuenya pun habis dengan seketika oleh orang lain. Artinya, ternyata yang kita nikmati itu bukan sekedar hasil, tapi proses.
Begitu pula ketika ibu-ibu punya anak, lihatlah prosesnya. Hamilnya sembilan bulan, sungguh begitu berat, tidur susah, berbaring sulit, berdiri berat, jalan juga limbung, masya ALLOH. Kemudian saat melahirkannya pun berat dan sakitnya juga setengah mati. Padahal setelah si anak lahir belum tentu balas budi. Sudah perjuangan sekuat tenaga melahirkan, sewaktu kecil ngencingin, ngeberakin, sekolah ditungguin, cengengnya luar biasa, di SD tidak mau belajar (bahkan yang belajar, yang mengerjakan PR justru malah ibunya) dan si anak malah jajan saja, saat masuk SMP mulai kumincir, masuk SMU mulai coba-coba jatuh cinta. Bayangkanlah kalau semua proses mendidik dan mengurus anak itu tidak pakai keikhlasan, maka akan sangat tidak sebanding antara balas budi anak dengan pengorbanan ibu bapaknya. Bayangkan pula kalau menunggu anaknya berhasil, sedangkan prosesnya sudah capek setengah mati seperti itu, tiba-tiba anak meninggal, naudzhubillah, apa yang kita dapatkan?
Oleh sebab itu, bagi para ibu, nikmatilah proses hamil sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mengurus anak, pusingnya, ngadat-nya, dan rewelnya anak sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mendidik anak, menyekolahkan anak, dengan penuh jerih payah dan tetesan keringat sebagai ladang amal. Jangan pikirkan apakah anak mau balas budi atau tidak, sebab kalau kita ikhlas menjalani proses ini, insya ALLOH tidak akan pernah rugi. Karena memang rizki kita bukan apa yang kita dapatkan, tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan. ***
Menghargai Peran Hidup Kita
Oleh KH ABDULLAH GYMNASTIAR
Apapun OPINI yang berkembang tentang AA Gim, tapi apa yang ia katakan dan ia tulis dalam karya bukunya bisa membuat orang sadar dan mawas diri... Aa Gim banyak memberi motivasi.
Semoga bermanfaat....
Post Oleh: Rosi NS, S.Pd.I
Semoga kita mampu menjadikan hidup ini sebagai sebuah kesempatan untuk melakukan yang terbaik. Dengan niat yang selalu lurus, dan cara yang paling sesuai dengan tuntunan-Nya. Hingga setiap persembahan kita pada-Nya, akan terus mendekatkan kita menjadi orang-orang pilihan dalam pandangan-Nya, menempati tempat terbaik di sisi-Nya. Sungguh Allah SWT, melalui Al Qur’an, kitab-Nya yang mulia dan Rasulullah Muhammad SAW lewat sabda-sabdanya yang mengalir tulus dari lisannya yang suci, telah membimbing agar kita agar menjadi manusia yang berkualitas.
Allah telah memilih manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Amanat agung yang manusia pikul itu, sesungguhnya hanya dapat ditunaikan andaikata masing-masing diri kita, adalah pribadi yang berkualitas. Dan kualitas pribadi atau pun kualitas hidup kita, dapat terukur dari sejauh mana pendalaman atau penjiwaan kita terhadap peran yang kita geluti atau karya yang hendak kita lahirkan.
Sebagi ilustrasi, andaikata suatu ketika kita merasa amat terpesona, tersedot perhatian demi mendengar sebuah puisi yang dibawakan seorang seniman, maka jelas jiwa seniman itulah yang menjadikannya menakjubkan. Andaikata puisi itu dibawakan tanpa penjiwaan, tanpa kesungguhan meresapi maknanya, maka seindah dan sepuitis apapun kata-kata, akan terdengar hambar. Tak meninggalkan kesan, apalagi kemampuan menggugah batin. Pembacaan puisi itu menjadi murahan, tak layak menjadi kenangan dalam benak orang banyak.
Begitulah kualitas pribadi dan hidup kita.Pendalaman atau penjiwaan kita terhadap apa-apa yang kita lakukan, akan menjadi tolak ukur kualitas kerja kita tersebut.
Seorang istri misalnya, ia akan menjadi penyenang mata dan penyejuk hati suaminya, peneguhnya untuk berjuang menghadapi kerasnya hidup keseharian, peliknya bertahan dalam keimanan. Andai peran itu sang istri jalankan dengan sepenuh hati, disertai ketulusan dan keinginan memberikan yang terbaik buat sang suami maka keluarga yang diamanahkan kepadanya insya Allah akan harmonis, damai, tenteram senantiasa.
Berbeda dengan istri yang tak menjiwai tugasnya, ia duduk di samping suami, namun hatinya berkeliaran di jalanan. Walhasil, jiwanya akan tertekan, menganggap suami sebagai pengekang. Tugasnya terabaikan, rumah berantakan dan suaminya pun tiada terbahagiakan.
Peran sebagai orangtua pun, akan menjadi beban apabila tidak dijiwai dalam menjalankannya. Bilamana wajah kita hadapkan pada anak-anak, pertanyaan kita lontarkan kepada mereka, namun jiwa kita ada di kantor, ingatan kita berada diantara kontarak-kontrak bisnis yang mesti di tandatangani, dalam tumpukan makalah-makalah seminar, maka menjadi keringlah komunikasi dalam keluarga.
Sentuhan, belaian, yang dirasakan anak-anak pun terbatas hanya pada fisik, tanpa muatan kasih sayang di dalamnya. Tak jarang, ini akan menyebabkan anak-anak kita merasakan orangtuanya sebagai ada namun tiada. Kebencian anak-anak, kenakalan mereka, tak jarang bermula dari hal yang terasa sepele ini.
Suatu komunikasi yang terburu-buru, apalagi tanpa perhatian pada anak-anak, akan menjadikan mereka merasa diabaikan. Dengan begitu, kita tak akan mampu menjadi orangtua panutan. Bisa jadi keberadaan kita malah ibarat menjadi monster, di mata manusia-manusia yang justru darah daging kita sendiri itu.
Dalam profesi bisa kita lihat ini. Bila kita seorang guru, namun kemudian merasa pekerjaan ini adalah sesuatu yang menyebalkan, maka tanyalah pada diri, sejauh mana kita mendalami amanat mulia ini. Adakah kita pernah mencari teknik baru dalam mengajar? Berusaha memahami dunia dan keinginan anak didik? Ataukah kita berada di kelas sekadar mengisi absensi agar tak kurang gaji di awal bulan?
Seorang pemimpin yang tak menjiwai kepercayaan yang ada dipundaknya akan menjadi pemimpin asal-asalan. Dia tak mau memperhatikan kepentingan bawahan, melainkan melulu ambisi dan kepentingan pribadinya yang dipikirkan. Akibatnya, ia hanya mau bertemu orang-orang yang dipimpinnya semata untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Alhasil, pemimpin seperti inilah yang akan membuat organisasi yang dipimpinnya bobrok, anggotanya tertindas dan nama dirinya sendiri tercoreng. Meski bisa jadi kepemimpinannya yang rapuh baru terlihat dua atau tiga tahun, bahkan mungkin puluhan tahun kedepan.
Padahal andaikata ia mau menjalani perannya dengan sebaik-baiknya, maka betapa posisi pemimpin ini punya daya kekuatan yang luar biasa. Ia bisa membimbing bawahan menuju perbaikan diri, mengeluarkan keputusan-keputusan yang memiliki kemampuan menghapus maksiat, menumbuhkan kebaikan dimana-mana. Memang, kualitas hidup kita akan tercipta manakala kita mendalami setiap peran kita. Wallahu a`lam bishshawaab.**
Minggu, 01 Juli 2012
NILAI DAHSYATNYA IKHLAS “Kolaborasi Iman Islam Ikhsan”
Oleh : Rosi NS
Amal di konotasikan sebagai perbuatan baik, dalam bahasa arab Amal artinya “perbuatan”. Perbuatan yang dikonotasikan bernama AMAL dinginkan setiap orang bernilai dimata Tuhan. Namun kebanyakan orang tak sadar jika esensi AMAL itu hilang dimata Tuhan karena hati dan pikiran terkontaminasi setan. Hati merasa tinggi dan pikiran merasa sempurna karena telah berbuat amal, sehingga menganggap bahwa diri telah beramal. Celakanya lagi hati menginginkan AMAL itu diketahui orang lain agar dianggap telah ber-AMAL.
Amal di konotasikan sebagai perbuatan baik, dalam bahasa arab Amal artinya “perbuatan”. Perbuatan yang dikonotasikan bernama AMAL dinginkan setiap orang bernilai dimata Tuhan. Namun kebanyakan orang tak sadar jika esensi AMAL itu hilang dimata Tuhan karena hati dan pikiran terkontaminasi setan. Hati merasa tinggi dan pikiran merasa sempurna karena telah berbuat amal, sehingga menganggap bahwa diri telah beramal. Celakanya lagi hati menginginkan AMAL itu diketahui orang lain agar dianggap telah ber-AMAL.
“Loginya: jika menginginkan perbuatan bernilai dimata Tuhan maka seharusnya Hanya pelaku amal dan Tuhannya saja yang tahu, namun jika AMAL dibuat berharap nilai dari orang lain maka itu artinya gugur dimata Tuhan” maka definisinya adalah amal yang dilakukan karena Tuhan baik dalam hati dan pikiran tanpa ada niat ingin membanggakan diri dihadapan manusia apalagi berharap pujian itulah yang disebut IKHLAS.
Sebuah kerugian yang bertubi-tubi jika perbuatan Amal yang dikerjakan dengan modal yang besar tapi berharap pujian dari manusia, karena perbuatan tersebut tidak ada kwalitasnya sama sekali dimata Tuhan.
Berbuat yang ikhlas karena Tuhan akan dibalas oleh Tuhan, bayangkan balasan Tuhan yang tak bisa digambarkan karena Tuhan Maha Kaya. Manusia hidup berharap nilai dari Tuhannya, agar hidup dapat bernilai maka ikhsanlah dengan iman, jika sudah ikhsan maka akan timbul ikhlas, jika hidup sudah ikhsan dan ikhlas maka sempurnalah Islamnya. Wallahua’lam
Jumat, 28 Oktober 2011
MAKALAH OPINI PUBLIK
Opini Publik adalah sekumpulan pandangan individu terhadap
isu yang sama yang berhubungan dengan arah opini, pengukuran intensitas,
stabilitas, dukungan informasional dan dukungan sosial
Menurut
Emory Bogardus, opini public adalah hasil pengintegrasian pendapat berdasarkan
diskusi yang dilakukan didalam masyarakat demokratis. Opini public bukan
merupakan seluruh jumlah pendapat individu-individu yang dikumpulkan. Dengan
demikian berarti :
a)
Opini public itu bukan merupakan kata sepakat.
b)
Tidak merupakan jumlah pendapat yang dihitung secara numerical, berapa jumlah
orang terdapat dimasing-masing pihak, sehingga mayoritas opini dapat disebut
sebagai opini public.
c)
Opini public hanya dapat berkembang dinegara-negara demokratis dimana terdapat
kebebasan bagi tiap individu untuk menyatakan pendapatnya dengan lisan,
tertulis, gambar-gambar, isyarat dan lambang-lambang lainnya yang dapat
dimengerti.
Dalam praktik PR dalam
menciptakan opini public ada 3 cara, yaitu sebagai berikut :
a
. Tekanan
(pressure)
Lebih banyak
menggunakan pengaruh,baik secara individu yang mempunyai kewibawaan/charisma
pribadi maupun berdasarkan kekuasaan jabatan atau kekuasaan tertentu.
b. Membeli (buying)
Sama dengan “membeli
suara” alias menyogok dengan sejumlah uang (money politic) agar bias memperoleh
dukungan, cara ini sering dipergunakan dalam kehidupan masyarakat dalam
pemilihan kepala desa dan sebagainya ,termasuk kegiatan orsospol dalam pemilu
untuk mencati dukungan suara lebih banyak. Kegiatan membeli suara opini publik
ini juga diperlukan dalam rapat pemegamg saham di perusahaan, termasuk pihak
pejabat humas (PRO) dalam berupaya menjaga publisitas di media pers atau citra
lembaga/institusi di mata masyarakat dan pers dengan cara membelikan “amplop”
kepada oknum wartawan yang selama ini telah dibina dalam aktivitas di
lingkungan instansinya masing-masing.
c
. Bujukan/ persuasi (persuasive)
Yang paling tepat
atau wajar dalam aktivitas peranan PR dalam membentuk atau merekayasa opini public,yaitu
dengan cara membujuk.
Proses
Pembentukan Opini Publik
Proses terbentuknya opini publik melalui beberapa tahapan
yang menurut Cutlip
dan Center
ada empat tahap, yaitu :
1.
Ada
masalah yang perlu dipecahkan sehingga orang mencari alternatif pemecahan.
2.
Munculnya beberapa alternatif memungkinkan terjadinya diskusi untuk memilih alternatif
3.
Dalam diskusi diambil keputusan yang
melahirkan kesadaran kelompok.
4. Untuk melaksanakan
keputusan, disusunlah program yang memerlukan dukungan yang lebih luas.
Opini publik sudah terbentuk jika pendapat yang semula
dipertentangkan sudah tidak lagi dipersoalkan. Dalam hal ini tidak berarti
bahwa opini publik merupakan hasil kesepakatan mutlak atau suara mayoritas
setuju, karena kepada para anggota diskusi memang sama sekali tidak dimintakan
pernyataan setuju. Opini publik terbentuk jika dalam diskusi tidak ada lagi
yang menentang pendapat akhir karena sudah berhasil diyakinkan atau mungkin
karena argumentasi untuk menolak sudah habis.
Berdasarkan terbentuknya opini publik, kita mengenal opini
publik yang murni. Opini publik murni adalah opini publik yang lahir dari
reaksi masyarakat atas suatu masalah (isu). Sedangkan opini publik yang tidak
murni dapat berupa :
1.
Manipulated Public Opinion, yaitu opini publik
yang dimanipulasikan atau dipermainkan dengan cerdik
2.
Planned Public Opinion, yaitu opini yang
direncanakan
3.
Intended Public Opinion, yaitu opini yang
dikehendaki
4.
Programmed Public Opinion, yaitu opini yang
diprogramkan
5.
Desired Public Opinion, yaitu opini yang
diinginkan
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Opini Publik
Opini
publik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1.
Pendidikan
Pendidikan, baik formal maupun non formal, banyak
mempengaruhi dan membentuk persepsi seseorang. Orang berpendidikan cukup,
memiliki sikap yang lebih mandiri ketimbang kelompok yang kurang berpendidikan.
Yang terakhir cenderung mengikut.
2.
Kondisi Sosial
Masyarakat yang terdiri dari kelompok tertutup akan memiliki
pendapat yang lebih sempit daripada kelompok masyarakat terbuka. Dalam
masyarakat tertutup, komunikasi dengan luar sulit dilakukan.
3.
Kondisi Ekonomi
Masyarakat yang kebutuhan minimumnya terpenuhi dan masalah
survive bukan lagi merupakan bahaya yang mengancam, adalah masyarakat yang
tenang dan demokratis.
4.
Ideologi
Ideologi adalah hasil kristalisasi nilai yang ada dalam
masyarakat. Ia juga merupakan pemikiran khas suatu kelompok. Karena titik
tolaknya adalah kepentingan ego, maka ideologi cenderung mengarah pada egoisme
atau kelompokisme.
5.
Organisasi
Dalam organisasi orang berinteraksi dengan orang lain dengan
berbagai ragam kepentingan. Dalam organisasi orang dapat menyalurkan pendapat
dan keinginannya. Karena dalam kelompok ini orang cenderung bersedia menyamakan
pendapatnya, maka pendapat umum mudah terbentuk.
6.
Media Massa
Persepsi masyarakat dapat dibentuk oleh media massa. Media massa dapat membentuk
pendapat umum dengan cara pemberitaa
Kedudukan Akal dalam Memperoleh Ilmu Pengetahuan Menurut Harun Nasution
Akal
menghasilkan ilmu, dan hal ini telah terbukti ilmu berkembang pada masa-masa
keemasan sejarah Islam. Dalam ajaran agama yang diwahyukan adal dua jalan
memperoleh pengetahuan, yaitu melalui akal dan wahyu (Nasution, 1986:1). Harun Nasution
berusaha menjelaskan kedudukan akal dalam memperoleh pengetahuan, Harun
Nasution dikenal sebagai seorang tokoh pembaharuan Islam di Indonesia pada
tahun 70an. Dia adalah seorang intelektual muslim Indonesia yang memberikan
perhatian terhadap akal dan wahyu, hal ini dibuktikan oleh beliau dengan
bukunya yang berjudul “Akal dan Wahyu
dalam Islam”. Sedemikian peting menurut Harun penggunaan akal karena agama
atau wahyu yang dibawah oleh nabi pada hakekatnya hanya memberikan
dasar-dasarnya saja dan tugas akal adalah menjelaskan apa yang disampaikan
wahyu yang penggunaan akal dalam memahami agama disebut Ijtihad (Nasution. 1995:66), dan menurut Harun juga yang diperlukan
adalah suatu upaya untuk merasionalisasikan pemahaman umat Islam yang dogmatis
yang menyebabkan kemunduran umat Islam karena kurang mengoptimalkan potensi
akal yang di miliki, Sebelum mengetahui kedudukan akal dalam memperoleh ilmu pengatahuan
ada baiknya mengetahui apa yang dimaksud
dengan akal, kedudukan dan ilmu pengetahuan. Dan keduduka akal dalam
memperoleh ilmu pengetahuan.
Akal, kedudukan, dan ilmu pengetahuan
menurut Harun Nasution
Menurut Harun Nasution kata akal yang sudah menjadi kata
Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘aql (العقل), yang dalam bentuk kata benda, Al-Qur’an hanya
membawa bentuk kata kerjanya ‘aqluh (عقلوه) dalam 1
ayat, Ta’qilun (تعقلون) 24 ayat, Na’qil (نعقل)
1 ayat, ya’qiluha (يعقلها) 1 ayat dan ya’qilun
(يعقلون) 22 ayat. Kata-kata itu dating dalam arti faham dan
mengerti. Sebagai contoh dapat disebut ayat-ayat berikut:
* tbqãèyJôÜtGsùr& br& (#qãZÏB÷sã öNä3s9 ôs%ur tb%x. ×,Ìsù öNßg÷YÏiB tbqãèyJó¡o zN»n=2 «!$# ¢OèO ¼çmtRqèùÌhptä .`ÏB Ï÷èt/ $tB çnqè=s)tã öNèdur cqßJn=ôèt ÇÐÎÈ
Artinya
“Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, Padahal
segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah
mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (Q.S. Al-Baqarah; 75)
Akal adalah anugerah yang diberikan oleh Allah SWT yang mempunyai kemampuan untuk
berpikir, memahami, merenungkan, dan memutuskan. Akal jugalah yang membedakan
manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya. (Studi Islam, 1997:5) akal
bersama wahyu mempunyai peranan yang penting dalm perjalan hidup manusia, wahyu
diturunkan Allah kepada manusia yang berakal sebagai petunjuk untuk mengarui
lika-liku kehidupan di dunia ini, akal tidak serta merta mampu memahami wahyu
Allah, adalah panca indera manusia yang menyertainya untuk dapat memahami wahyu
yang diturunkan Allah. Juga Harun Nasution dengan mengutip pendapat Abu Huzail
mengenai akal yakni daya untuk memperoleh pengetahuan dan juga daya yang
membuat seseorang dapat membedakan antara dirinya dan benda lain diantara benda
satu dan lainnya.
Makna Kedudukan berasal dari kata duduk adalah tempat yang
diduduki sesuatu dalam pola tertentu. Jika kita berbicara tentang kedudukan
akal dan wahyu dalam Islam, yang dimaksud adalah tempat akal dan wahyu dalam
sistem agama Islam. Dengan mengetahui kedudukannya, dapat pula diketahui
peranannya adalah dua hal (akal dan wahyu) yang tidak mungkin dicerai-pisahkan.
Sedangkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan yang
disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab-akibat, dan
teknologi adalah kemampuan tehnik berlandaskan proses teknis. Dari rumusan ini
dapatlah dikatakan bahwa teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains
untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan hidup manusia. Dengan
demikian, maka mesin atau alat lainnya yang dipergunakan manusia bukanlah
teknologi, walaupun secara umum alat-alat tersebut sering diasosiasikan sebagai
teknologi. Mesin telah dipergunakan manusia sejak berabad yang lalu, namun abad
tersebut tidak dinamakan era teknologi.
Jadi dalam
hal ini Harun Nasution menjelaskan bahwa Kedudukan akal dalam Islam dan dalam
memperoleh ilmu pengetahuan, seperti telah dibicarakan, menampung aqidah, syari’ah,
akhlak, dan sejarah. manusia tidak pernah dapat memahami ilmu pengetahuan tanpa
mempergunakan akal. Dan dengan mempergunakan akalnya secara baik dan benar,
sesuai dengan petunjuk Allah. Manusia merasa selalu terikat dan dengan
sukarela, mengikat dirinya pada Allah. Manusia dapat berbuat, memahami dan
mewujudkan sesuatu dengan mempergunakan akalnya. Karena posisinya demikian,
dapatlah dipahami kalau dalam ajaran Islam ada ungkapan yang menyatakan
akal adalah kehidupan, hilang akal berarti kematian. Namun, bagaimanapun
kedudukan dan peranan akal dalam ajaran Islam untuk memperoleh pengetahuan,
tidak boleh bergerak dan berjalan tanpa bimbingan wahyu. Wahyu itu yang
membetulkan akal dalam gerak-geriknya kalau menjurus ke jalan yang nyata-nyata
salah karena berbagai pengaruh. Karena itulah Allah menurunkan petunjukkan
dalam bentuk wahyu.
Pentingnya Akal
Akal, menurut
Muhammad Abduh, adalah suatu .daya yang hanya dimiliki manusia, dan oleh karena
itu dialah yang memperbedakan manusia dari makhluk lain. Akal adalah tonggak
kehidupan manusia dan dasar kelanjutan wujudnya. Peningkatan daya akal
merupakan salah satu dasar pembinaan budi pekerti mulia yang menjadi dasar dan
surnber kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa umat manusia pada waktu Islam
datang, demikian Muhammad Abduh, telah mencapai usia dewasa dan menghendaki
agama yang rasional. Apa yang mereka cari itu, mereka jumpai dalam Islam. Tidak
mengherankan kalau ia selalu menegaskan bahwa Al-Qur’an berbicara kepada akal
manusia dan bukan hanya kepada perasaannya. Aka1, demikian ia menegaskan, dimuliakan
Allah dengan menujukan perintah dan larangan-Nya kepadanya.
Oleh karena itu, dalarn Islamlah “agama dan akal buat pertama
kalinya menjalin hubungan persaudaraan.” Di dalam persaudaraan itu, akal
menjadi tulang punggung agama yang terkuat dan wahyu sendinya yang terutama.
Antara akal dan wahyu tidak bisa ada pertentangan. Keharusan manusia
mempergunakan akalnya, bukanlah hanya merupakan ilham yang terdapat dalam
dirinya, tetapi juga adalah ajaran AI-Qur’an. Kitab suci ini, kata Muhammad
Abduh, memerintahkan kita untuk berpikir dan mempergunakan akal serta melarang
kita memakai sikap taklid. (Harun Nasution, 1987: 44-46)
Ilmu dalam al-Qur’an
Menurut
al-Qur’an, seperti yang telah di isyaratkan dalam wahyu pertama secara
kategorisasi ilmu dibagi dua : Pertama, adalah ilmu yang diperoleh
tanpa upaya langsung dari manusia, disebut ilmu ilahi.. Kedua, Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia,
di namia ‘ilmu kasbi atau ilmu insani. Pembagian ilmu ke dalam
dua golongan ini dilakukan karena menurut al-Qur’an terdapat hal-hal yang ‘ada’
tetapi tidak diketahui manusia. Disamping itu ada pula wujud yang tidak tampak,
karena itu tidak diketahui manusia sebagaimana diulang-ulang ditegaskan
al-Qur’an antara lain dalam firman-Nya pada surat al-Haqqah ayat 38-39, yang artinya :
Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan dengan apa yang tidak kamu
lihat.” Dari kalimat terakhir ini jelas bahwa obyek ilmu ada dua : materi dan
non-materi, fenomena dan non-fenomena, bahkan ada juga wujud yang jangankan
dilihat, diketahui manusia pun tidak. Kedua ilmu ini menyatu dalam rangkaian
paradigma ilmu Islam yaitu ilmu ilahi menuntun ilmu insani, dengan demikian
pula dipahami bahwa ilmu manusia sangat terbatas, dan ini ditegaskan Allah
dalam firman-Nya : “Kamu tidak diberikan ilmu (pengetahuan) kecuali sedikit” (al-Isra’
: 85)
Jadi kedudukan akal dalam
memperoleh ilmu pengetahuan adalah tempat akal memperoleh pengetahuan, akal
memperoleh pegetahuan dengan menjelaskan wahyu dari Allah dengan bantuan panca
indra. Manusia harus menggunakan akal dalam memperoleh ilmu pengetahuan,
memahami dan memproses pengetahuan. Akal adalah tonggak kehidupan sebagai wujud
hidup manusia. Karena akal adalah kehidupan dan kehilangan akal berarti
kehilangan kehidupan.
Walaupun ilmu
yang diberikan Allah kepada manusia amat sedikit, namun manusia harus
memanfaatkan ilmu yang diberikan Allah tersebut untuk kemaslahatan manusia.
Menurut al-Qur’an, ilmu dicari karena Allah untuk kepentingan manusia, maka
semboyan sekuler yang menyatakan “ilmu untuk ilmu” tidak tepat dalam Islam.
Yang dibenarkan adalah “ilmu sarat nilai”, oleh karena itu ilmuan Islam
harus menambahkan nilai rabbani (nilai Ilahiah) pada ilmu pengetahuan. Keharusan
manusia mempergunakan akalnya, bukanlah hanya merupakan ilham yang terdapat dalam
dirinya, tetapi juga adalah ajaran AI-Qur’an. Kitab suci ini, kata Muhammad
Abduh, memerintahkan kita untuk berpikir dan mempergunakan akal serta melarang
kita memakai sikap taklid.
Tantangan dan Dakwah dalam Era Informasi
a. Pengertian Era Informasi
Pertemuan antara teknologi mutakhir dengan
komputer melahirkan sebuah era baru, yakni era informasi. Era dimana melahirkan
global village (desa global).
Sehingga dapat dikatakan sebagai Word Of The Year. Globalisasi berasal
dari kata golabal yang artinya secara umum atau keselurun. Era global adalah
proses masuknya sebuah Negara keruang lingkup dunia, sehingga sekat-sekat
(pembatas) antara Negara akan semakin kabur. Globalisasi biasanya ditandai
dengan semakin majunya teknologi komunikasi, inilah yang disebut dengan era
informasi. (Marwah Daud Ibrahim, Teknologi
Emansipasi dan Tendensi, hal. 72).
Collin Cherry mengatakan perkembangan
teknologi komunikasi yang cepat (explosion)
disebabkan karena:
1.
Secara potensial teknologi komunikasi dapat menjangkau
seluruh permukaan bumi hanya dalam tempo waktu yang sekajap.
2.
Jumlah pesan dan arus lalu lintas informasi telah
berlipat ganda.
3.
Kompleksitas teknologi sendir semakin lama semakin
canggih.
Era globalisasi informasi memiliki potensi
mengubah hampir seluruh sistem kehidupan masyarakat, politik, ekonomi, budaya
dan sebagainya. Dialog antar budaya progresif barat dan budaya ekspresif timur
berlangsung dalam skala besar-besaran tanpa disadari. sehingga mampu mengubah
citra suatu Negara. (AM. Saefuddin. Desekularisasi
Pemikiran: Landasan Islamisasi. Hal.
157)
Beberapa ciri dari era globalisasi informasi
1.
Dari masyarakat global adalah semakin tingginya
peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masyarakat modern sebagaimana dihasilkan oleh industrialisasi masyarakat dengan
struktur kehidupan yang dinamis, kreatif untuk melahirkan ide-ide baru demi
kepentingan manusia dan beberapa sektor kehidupan. Dan akan berlanjut pada
bergesernya nilai-nilai budaya.
2.
Serangan komunikasi dan informasi yang menembus
batas-batas budaya. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa hal yang dapat diperhatikan
mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi, dan mencirikan
masyarakat informasi.
- Masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi.
- Inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan arus informasi.
- Peralihan teknologi secara perlahan akan melahirkan aktivitas dalam proses produksi yang baru.
- Sistem pendidikan bisa didapatkan dimana saja tidak harus melalui lembaga formal.
- Keberhasilan atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dengan sentuhan yang tinggi pula.
3.
Tingginya laju transformasi sosial, informasi dan
peristiwa yang terjadi di belahan dunia secara cepat dapat diakses oleh manusia
di benua lain.
4.
Terjadinya perubahan gaya hidup (lifestyle). Implikasinya terjadilah perubahan sistem nilai karena
pembenturan nilai yang diadopsi oleh masyarakat belum tentu sesuai dengan latar
belakang budaya.
5.
Semakin tajamnya gap
antara negara industri dengan negara berkembang artinya arus informasi
dunia akan semakin dikuasai oleh negara-negara maju.
b. Kajian Tentang Informasi Dakwah Islam
Dakwah adalah simbol dari penyebaran informasi islam, dakwa sendiri merupakan
penyebaran informasi yang berbasis islam dengan harapan mampu membawa perubahan
dari yang tidak baik menujuh baik dan baik menuju kesempurnaan, dengan isi
pesan informasi yang berlandasan kebenaran Al-qur’an dan Hadits maka komunikasi
islam memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan komunikasi lainnya.
Dalam persektif islam, komunikasi
disamping untuk mewujudkan hubungan
secara fertikal kepada Allah, juga untuk menegakkan komunikasi secara
horizontal terhadap sesama manusia. Komunikasi dengan Allah tercermin dalam
bentuk ibadah-ibadah fardu yang
bertujuan untuk membentuk takwa sedangkan ibadah sesama manusia terwujud dari
hubungan social (muamallah)yang
tercermin pada semua aspek kehidupan. (Mohd. Yusof Hussain. Dua Puluh Lima Soal Jawab Mengenai Komunikasi Islam.
Hal. 1).
Beberapa
hal yang membedakan komunikasi islam degan komunikasi barat, diantaranya:
a.
Teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh para
pemikir muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan komunikasi islam sebagai
komunikasi alternatif, terutama dalam menjunjung nilai-nilai kemanusian yang
bersesuaian dengan fitrah penciptaan manusia. Sedangkan teori komunikasi yang
dikembangkan oleh barat lebih menekankan pada aspek emprikal serat mengabaikan
aspek normative dan historikal
b.
Dalam aspek perubahan sosial dan pembangunan
masyarakat. Komunikasi barat cenderunng bersifat fositivistik dan fungsional
yang berorientasi kepada individu, bukan kepada keseluruhan sistem sosial dan
fingsi sosiobudaya. Sedangkan komunikasi islam menyangkut nilai-nilai
kebenaran, kesederhanaan, kebaikan, kejujuran, integritas, keadilaan,
keshahihan pesan dan sumbernya, karena komunikasi islam ditegakkan berdasarkan
hubugan segitiga antara Allah, manusia, dan masyarakat.
Sesuai dengan firman Allah dalam QS
An-Nahl Ayat 116
wur (#qä9qà)s?
$yJÏ9 ß#ÅÁs?
ãNà6çGoYÅ¡ø9r& z>És3ø9$#
#x»yd ×@»n=ym
#x»ydur ×P#tym
(#rçtIøÿtGÏj9 n?tã
«!$# z>És3ø9$#
4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$#
tbrçtIøÿt n?tã
«!$# z>És3ø9$#
w tbqßsÎ=øÿã
ÇÊÊÏÈ
Artinya:
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap
apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini
haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya
orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung.
Jadi Membangun komuniksi islam tidak harus
dimulai dari nol, karena fungsi komunikasi islam adalah untuk mewujudkan
persamaan makna, dengan demikian akan terjadi perubahan sikap atau tingkah laku
kepada mayarakat yang muslim, karena komunikasi islam adalah kebahagian hidup
dunia dan akhirat yang titik tekannya pada aspek komunikan (Mad’u) bukan pada
komunikator (Da’i)
c. Tantangan Dakwah dalam Era Informasi
Menurut Ziauddin Sardar revolusi informasi
kini sedang dijajakan sebagai suatu rahmat bagi umat manusia.Penjajaannya di
televisi, surat
kabar, dan majalah yang mewah begitu agresif dan menarik.
Abad informasi adalah upaya untuk
meningkatkan pengendalian manusia atas kehidupannya, tapi semua kenyataan
tersebut berbalik. Bagi dunia muslim, revolusi infomasi menghadirkan
tantangan-tantangan khusus yang harus diatasi demi kelangsungan hidup fisik
maupun budaya umat. Menghadapi kemajuan sistem informasi ibarat melewati padang ranjau, kemajuan
komunikasi dapat menghantarkan alat komunikasi masa dan penggunaanya dengan
baik, namun dibalik itu semua sering terjadi pelanggaran nilai-nilai yang ada,
inilah yang menjadi tantangan dakwah dalam era komunikasi. (.Ziauddin Sardar. (Terj) Tantangan Dunia Islam Abad 21. Hal 13).
Beberapa
tantangan yang dapat di identifikasi pada era globalisasi informasi adalah
sebagai berikut:
- Keberadaan publikasi informasi merupakan sarana efektif penyebar isu masalah yang dihadapi dalam proses komunikasi seperti ini adalah timbulnya rasa curiga terhadap ras. Budaya dan negara lain. Komunikasi islam dihadapkan pada pertarungan ideology dan pemikiran dan untuk seterusnya mempengarui sekaligus membentuk opini publik tentang islam dan umat islam, dalam menghadapi isu-isu negatif informasi barat tentang dunia islam.
- Dalam banyak aspek keperkasan barat dalam dominasi informasi pada era ini menimbulkan sekularisme, kapitalisme, pragtimesme dan sebagainya. Ini menjadi tatangan tersendiri bagi konsep bangunan komunikasi islam di masa depan untuk seluruh nilai-ilai komunikasi informasi yang bertentangan dengan nilai luhur islam.
- Dari sisi pelaksanaan komunikasi informasi, ekspose persoalan-persoalan seksualitas, peperangan, dan tindakan kriminal lainnya mendatangkan efek yang berbanding terbalik dengan tujuan komunikasi da informasi itu sendiri. Dihadapkan dengan masalah yang dapat mempengarui prilaku masyarakat juga cenderung sebagaimana yang dilihat, didengar dan disaksikan. Ditambah pertentangan ulama yang masih memperdebakan halal-haram tayangan media-media tertentu. Tantangan komunikasi islam dalam konteks ini bagaimana menghadirkan isi pesan komunikasi yang sesuai dengan fungsi komunikasi itu sendiri yakni, to inform, to educate, to entertain. Sehingga mendorong terciptanya perubahan sikap atau tingkah laku masyarakat muslim untuk kepentingan mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat.
- Lemah sumber daya modal maupun kualitas negara-negara muslim mengimport teknologi komunikasi informasi dari dunia barat, bersamaan dengan itu adopsi nilai luar tidak bisa dihindarkan. Tantangan komunikasi islam pada era ini adalah mewujudkan komunikasi yang erbasis moral dan etika untuk kesejateraan umat manusia. (Hamid Mowlana, The New Global Order and Cultural Ecology. Hal 10-11).
d. Peluang Dakwah dalam Era Informasi
Menurut Ziauddin Sardar mengatakan
informasi bukanlah sesuatu yang baik atau buruk, adalah pemakaian yang membuat
benar atau salahnya komunikasi tersebut, sains tidaklah membawa mudarat, yang
membawah mudarat adalah orang yang menggunakannya.
Peluang pengembangan dakwah pada masa era
globalisasi informasi dan masa depan adalah:
1.
Peluang dalam pandangan islam, harus disadari bahwa
informasi akan mempunyai arti bahwa bila ia berada dalam kerangka pengetahuan
tentang masyarakat, yang selaras dengan aspek-aspek mutlak (substansional,
cultural, dan subjektif) suatu masyarakat. Peluang dakwah dapat memberikan
sumbangan positif kepada masyarakat itu sendiri. Keselarasan negara-negara
muslim dapat menghasilkan informasi mereka sendiri dengan dengan perlengkapan
yang relevan yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasi. Strategi
informasi bagi muslim harus didasarkan pada kesadaran ini. (Ziauddin Sardar. Hal.
22)
2.
Adanya perubahan dari era industri menuju era informasi
menyangkut masyarakat yang menjerus kepada masalah ekonomi, dalam bidang
informasi dan komunikasi ini akan mendatangkan kesempatan kerja. Misalnya
programmer reporter radio dan televisi. Semua menghabiskan waktu untuk
merencanakan, memproses, dan mendistribusikan informasi. Jadi pelang dakwah
dapat dilakkukan melalui media elektronik, surat kabar dan sebagainya. (F. Rachmadi, Informasi dan Komunikasi dalam Peraturan
Internasional, Hal 22)
3.
Pada masa depan komunikasi islam itu dapat dikembangkan dengan memperhatikan tujuh
konsep pokok islam yang mempunyai kaitan langsung dengan penciptaan dan
penyebaran informasi, yakni tauhid (keesaan), ‘ilm (ilmu pengetahuan), hikmah (kebijakan), ‘adl (keadilan), ijma’ (konsensus), syura’(musyawarah), istislah (kepentingan umum),
ummah (komunitas muslim sejagad). (Ziauddin Sardar, Hal.36).
4. Selama
abad pertama islam, tradisi lisan merupakan sarana utama dalam penyebaran
informasi, namun segera diketahui bahwa ingantan tidak dapat diandalkan
sepenuhnya, sehingga cacatan tertulispun mulai berlaku diantara penuntut ilmu
pengetahuan. Analisis singkat terhadap sejarah perbukuan periode klasik islam
menunjukan bahwa buku merupakan instruktur penyebaran informasi dalam rangka menegakan
peradaban muslim. Peluang kedepan tentu saja karena umat islam telah memeiliki
pengalam dan akar budaya masa lalu, menjadi sarana potensial untuk menguptodatekannya dan mengupgradenya dalam konteks kini.
Jumat, 18 Maret 2011
MAHKUM ALAIH
MAHKUM ALAIH
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Agama Islam adalah salah satu agama samawi yang diturunkan Allah Swt kepada rasul-Nya Muhammad Saw. Beliau menjadi penerima wahyu dan sekaligus menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya, itulah yang disebut sebagai tugas rasul. Salah satu dari beberapa macam wahyu yang dirunkan Allah kepada Nabi Muhammad adalah Al-Quran. Al-quran adalah wahyu yang berbentuk fisik yang diterima Nabi Muhammad. Dan Alquran adalah pedoman kehidupan manusia, baik itu pedoman berupa perintah, larangan, anjuran, atau disimpulkan sebagai sumber hukum dalam hidup manusia, dan alquran juga berisikan sejarah masa lalu, dan berita umat yang akan datang.
Selain Al quran, yang dijadikan sumber hukum adalah Hadis Nabi Muhammad Saw. Fungsi dari hadits tersebut adalah sebagai penjelas dalam atau menerangkan kalimat-kalimat yang ada dalam Al quran. Dalam hal ini sesuai dengan kemajuan zaman, dan perbedaan budaya dalam hidup manusia, terkadang ada hukum hukum yang ditetapkan pada zaman Nabi Muhammad tidak relefan dengan keadaan setelahnya. Juga ada hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sekarang, belum terjadi pada zaman rasul, sahabat dan tabi’in, yang berakibat belum jelasnya satatus suatu hukum pada peristiwa tersebut. Dalam mengatasi hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah diatas, maka yang menjadi acuan adalah hasil dari Ijma’ Ulama.
Hukum yang diatur Alqura’an dan hadits ada juga ditemukan pembahasan-pembahasan hukum secara global, namun dalam paradikma para ulama hal tersebut adalah sebuah khazanah pengetahuan dalam islam, dan hal seperti itu adalah dalam wilayah-wilayah pembahasan Ushul Fiqh. Seperti yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Mahkum alaih.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Mahkum Alaih?
b. Apa yang dimaksud Taklif, Ahliyyah?
B. Pembahasan
1. Pengertian Mahkun ‘Alaih
Mahkum ‘Alaih adalah seseorang yang tindakan atau perbuataannya dikenai hukum-hukum syariat. Mahkum alaih dapat juga dikatakan sebagai subyek dari hukum atau orang yang dibebani hukum, dalam kajian ushul fiqh ini juga disebut dengan Mukallaf. Perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sudah dewasa (Balligh) meliputi seluruh gerak geriknya, pembicaraannya, maupun niatnya. Mahkum Alaih adalah subyek hukum yaitu mukallaf yang melakukan perbuatan-perbuatan Taklif (hukum yang menuntun manusia untuk melakukan, meninggalkan, atau memilih antara berbuat atau meninggalkan).
Jika Mahkum Fih menjelaskan tentang perbuatan mukallaf, maka Mahkum ‘Alaih adalah menjelaskan orang yang melakukan hukum.
Ada beberapa bagian yang menjadikan seseorang atau mukallaf dikatan sebagai Mahkum Alaih.
a. Dasar Taklif
Yang dimaksud dengan dasar taklif adalah orang atau mukallaf yang sudah mampu mengerjakan tindakan hukum, dan ulama ushul fiqh sepakat dasar mukallaf dikenai hukum adalah berakal dan memiliki pemahaman terhadap hukum yang ditujukan kepadanya.
1. Syarat Taklif
- orang yang telah mampu memahami tuntunan Syara’ yang terkandung dalam Alquran dan Sunnah baik secara langsung maupun melalui orang lain.
- Mampu dalam bertindak hukum (Ahliyah). artinya orang yang belum mampu untuk melakukan suatu kewajiban hukum. Maka belum dipertanggung jawabkan tindakannya.
b. Ahliyah
Defenisi Ahliyyah adalah Kepatutan seseorang memiliki beberapa hak dan dan melakukan kewajiban. Dan juga Ahiyyah adalah sifat yang menunjukan seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya, sehingga segala tindakannya dapat dinilai sebagai syara’. Kemampuan untuk bertindak hukum tidak datang kepada seseorang sekaligus, tetapi melalui tahapan tahapan. Sesuai dengan perkembangan jasmani dan akalnya. Dengan demikian ulama membagai macam-macam ahliya
- Ahliyyah ada’
Dalam hal ahliyyah ada’ ini adalah mukallaf yang telah aqil baligh, yang telah sempurna akal dan pemahamannya dan segala tindakannya dikenai hukum, baik itu haram atau halal, daam arti berpahala jika ia melakukan kebaikan dan berdosa jika melakukan sebuah kesalahan.
- Ahliyyah Al Wujub
Ahliyyah wujub adalah orang yang cakap menerima hak-haknya namun belum mampu untuk dibebani seluruh kewajiban. Contoh orang yang memperoleh hak-hak waris dari keluarganya namun belum mampu menjalankan kewajiban syara’ seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Dasar adanya kecakapan ini adalah adanya nyawa atau kehidupan. Ahliyyah menurut ulama Fiqh adalah seseorang yang secara hukum bertindak dan menerima hak tertentu berdasarkan sifat kemanusiaannya. Tanpa dibatasi umur, baligh, cerdas atau tidak. Semenjak dia dilahirkan hingga meninggal dunia.
Ada dua bagian dalam ahliyyah alwujub
• Ahliyah Al wujub al naqishah (Janin yang masih berada dalam kandungan seorang ibu)
Ada beberapa hak bagi janin
1. hak keturunan dari seorang ayah
2. hak waris
3. wasiat yang ditujukan kepadanya
4. harta wakaf yang ditujukan kepadanya.
• Ahliyyah Al Wujub Al Kamilah (Yaitu kecakapan bagi seorang anak menerima haknya bagi seorang yang telah lahir sampai ia dinyatakan berakal walaupun masih kurang sempurna.
Mengenai tindakan hukum kepada orang yang berstatus Ahliyyah Ada’ atau Ahliyyah Alwujub Alkamilah, jika mereka melakukan tindakan pengrusakan barang orang lain atau melakukan tindakan yang merugikan orang lain, maka ia wajib mengganti rugi dengan hartanya sendiri yang diperoleh dari waris atau hibbah, ketetapan ini adalah ketetapan ulama ushul fiqh. Namun apabila mereka melakukan perbuatan pembunuhan, maka menurut ulama ushul, bahwa status Ahliyyah Ada’ bertanggung jawab penuh terhadap untuk menerima hukuman dari tindakannya sesuai dengan hukum syara’. Akan tetapi berbeda dengan Ahliyyah Al wujub Al kamilah, perbuatan mereka belum dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, dan perbuatan mereka dianggap melukai atau hukumannya dikenakan dengan diyat bukan qishas.
Kesimpulan
Mahkum ‘Alaih adalah seseorang yang tindakan atau perbuataannya dikenai hukum-hukum syariat.
Mukallaf ialah seorang manusia yang memiliki akal serta paham akan ketentuan Allah yangmana ketentuan perbuatannya ditentukan syariat dari segi hukumnya
Hukum Taklif itu berarti pembebanan terhadap mukallaf dengan menuntut sebuah perbuatan darinya yang mana ia memiliki 5 jenis hukum yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, haram.
Defenisi Ahliyyah adalah Kepatutan seseorang memiliki beberapa hak dan dan melakukan kewajiban. Dan juga Ahiyyah adalah sifat yang menunjukan seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya, sehingga segala tindakannya dapat dinilai sebagai syara’
Daftar Pustaka
Rachmad Syafei, 2007, Ilmu Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung.
Syeh Abdul Wahab Khallaf, 1999, Ilmu Ushul Fiqh, Rineka Cipta, Jakarta.
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Agama Islam adalah salah satu agama samawi yang diturunkan Allah Swt kepada rasul-Nya Muhammad Saw. Beliau menjadi penerima wahyu dan sekaligus menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya, itulah yang disebut sebagai tugas rasul. Salah satu dari beberapa macam wahyu yang dirunkan Allah kepada Nabi Muhammad adalah Al-Quran. Al-quran adalah wahyu yang berbentuk fisik yang diterima Nabi Muhammad. Dan Alquran adalah pedoman kehidupan manusia, baik itu pedoman berupa perintah, larangan, anjuran, atau disimpulkan sebagai sumber hukum dalam hidup manusia, dan alquran juga berisikan sejarah masa lalu, dan berita umat yang akan datang.
Selain Al quran, yang dijadikan sumber hukum adalah Hadis Nabi Muhammad Saw. Fungsi dari hadits tersebut adalah sebagai penjelas dalam atau menerangkan kalimat-kalimat yang ada dalam Al quran. Dalam hal ini sesuai dengan kemajuan zaman, dan perbedaan budaya dalam hidup manusia, terkadang ada hukum hukum yang ditetapkan pada zaman Nabi Muhammad tidak relefan dengan keadaan setelahnya. Juga ada hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sekarang, belum terjadi pada zaman rasul, sahabat dan tabi’in, yang berakibat belum jelasnya satatus suatu hukum pada peristiwa tersebut. Dalam mengatasi hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah diatas, maka yang menjadi acuan adalah hasil dari Ijma’ Ulama.
Hukum yang diatur Alqura’an dan hadits ada juga ditemukan pembahasan-pembahasan hukum secara global, namun dalam paradikma para ulama hal tersebut adalah sebuah khazanah pengetahuan dalam islam, dan hal seperti itu adalah dalam wilayah-wilayah pembahasan Ushul Fiqh. Seperti yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Mahkum alaih.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Mahkum Alaih?
b. Apa yang dimaksud Taklif, Ahliyyah?
B. Pembahasan
1. Pengertian Mahkun ‘Alaih
Mahkum ‘Alaih adalah seseorang yang tindakan atau perbuataannya dikenai hukum-hukum syariat. Mahkum alaih dapat juga dikatakan sebagai subyek dari hukum atau orang yang dibebani hukum, dalam kajian ushul fiqh ini juga disebut dengan Mukallaf. Perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sudah dewasa (Balligh) meliputi seluruh gerak geriknya, pembicaraannya, maupun niatnya. Mahkum Alaih adalah subyek hukum yaitu mukallaf yang melakukan perbuatan-perbuatan Taklif (hukum yang menuntun manusia untuk melakukan, meninggalkan, atau memilih antara berbuat atau meninggalkan).
Jika Mahkum Fih menjelaskan tentang perbuatan mukallaf, maka Mahkum ‘Alaih adalah menjelaskan orang yang melakukan hukum.
Ada beberapa bagian yang menjadikan seseorang atau mukallaf dikatan sebagai Mahkum Alaih.
a. Dasar Taklif
Yang dimaksud dengan dasar taklif adalah orang atau mukallaf yang sudah mampu mengerjakan tindakan hukum, dan ulama ushul fiqh sepakat dasar mukallaf dikenai hukum adalah berakal dan memiliki pemahaman terhadap hukum yang ditujukan kepadanya.
1. Syarat Taklif
- orang yang telah mampu memahami tuntunan Syara’ yang terkandung dalam Alquran dan Sunnah baik secara langsung maupun melalui orang lain.
- Mampu dalam bertindak hukum (Ahliyah). artinya orang yang belum mampu untuk melakukan suatu kewajiban hukum. Maka belum dipertanggung jawabkan tindakannya.
b. Ahliyah
Defenisi Ahliyyah adalah Kepatutan seseorang memiliki beberapa hak dan dan melakukan kewajiban. Dan juga Ahiyyah adalah sifat yang menunjukan seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya, sehingga segala tindakannya dapat dinilai sebagai syara’. Kemampuan untuk bertindak hukum tidak datang kepada seseorang sekaligus, tetapi melalui tahapan tahapan. Sesuai dengan perkembangan jasmani dan akalnya. Dengan demikian ulama membagai macam-macam ahliya
- Ahliyyah ada’
Dalam hal ahliyyah ada’ ini adalah mukallaf yang telah aqil baligh, yang telah sempurna akal dan pemahamannya dan segala tindakannya dikenai hukum, baik itu haram atau halal, daam arti berpahala jika ia melakukan kebaikan dan berdosa jika melakukan sebuah kesalahan.
- Ahliyyah Al Wujub
Ahliyyah wujub adalah orang yang cakap menerima hak-haknya namun belum mampu untuk dibebani seluruh kewajiban. Contoh orang yang memperoleh hak-hak waris dari keluarganya namun belum mampu menjalankan kewajiban syara’ seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Dasar adanya kecakapan ini adalah adanya nyawa atau kehidupan. Ahliyyah menurut ulama Fiqh adalah seseorang yang secara hukum bertindak dan menerima hak tertentu berdasarkan sifat kemanusiaannya. Tanpa dibatasi umur, baligh, cerdas atau tidak. Semenjak dia dilahirkan hingga meninggal dunia.
Ada dua bagian dalam ahliyyah alwujub
• Ahliyah Al wujub al naqishah (Janin yang masih berada dalam kandungan seorang ibu)
Ada beberapa hak bagi janin
1. hak keturunan dari seorang ayah
2. hak waris
3. wasiat yang ditujukan kepadanya
4. harta wakaf yang ditujukan kepadanya.
• Ahliyyah Al Wujub Al Kamilah (Yaitu kecakapan bagi seorang anak menerima haknya bagi seorang yang telah lahir sampai ia dinyatakan berakal walaupun masih kurang sempurna.
Mengenai tindakan hukum kepada orang yang berstatus Ahliyyah Ada’ atau Ahliyyah Alwujub Alkamilah, jika mereka melakukan tindakan pengrusakan barang orang lain atau melakukan tindakan yang merugikan orang lain, maka ia wajib mengganti rugi dengan hartanya sendiri yang diperoleh dari waris atau hibbah, ketetapan ini adalah ketetapan ulama ushul fiqh. Namun apabila mereka melakukan perbuatan pembunuhan, maka menurut ulama ushul, bahwa status Ahliyyah Ada’ bertanggung jawab penuh terhadap untuk menerima hukuman dari tindakannya sesuai dengan hukum syara’. Akan tetapi berbeda dengan Ahliyyah Al wujub Al kamilah, perbuatan mereka belum dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, dan perbuatan mereka dianggap melukai atau hukumannya dikenakan dengan diyat bukan qishas.
Kesimpulan
Mahkum ‘Alaih adalah seseorang yang tindakan atau perbuataannya dikenai hukum-hukum syariat.
Mukallaf ialah seorang manusia yang memiliki akal serta paham akan ketentuan Allah yangmana ketentuan perbuatannya ditentukan syariat dari segi hukumnya
Hukum Taklif itu berarti pembebanan terhadap mukallaf dengan menuntut sebuah perbuatan darinya yang mana ia memiliki 5 jenis hukum yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, haram.
Defenisi Ahliyyah adalah Kepatutan seseorang memiliki beberapa hak dan dan melakukan kewajiban. Dan juga Ahiyyah adalah sifat yang menunjukan seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya, sehingga segala tindakannya dapat dinilai sebagai syara’
Daftar Pustaka
Rachmad Syafei, 2007, Ilmu Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung.
Syeh Abdul Wahab Khallaf, 1999, Ilmu Ushul Fiqh, Rineka Cipta, Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)