Selasa, 23 Juni 2020

Nikmati Proses


Oleh KH ABDULLAH GYMNASTIAR

Apapun OPINI yang berkembang tentang AA Gim, tapi apa yang ia katakan dan ia tulis dalam karya bukunya bisa membuat orang sadar dan mawas diri... Aa Gim banyak memberi motivasi.
Semoga bermanfaat....


Post Oleh: Rosi NS, S.Pd.I


Sebenarnya yang harus kita nikmati dalam hidup ini adalah proses. Mengapa? Karena yang bernilai dalam hidup ini ternyata adalah proses dan bukan hasil. Kalau hasil itu ALLOH yang menetapkan, tapi bagi kita punya kewajiban untuk menikmati dua perkara yang dalam aktivitas sehari-hari harus kita jaga, yaitu selalu menjaga setiap niat dari apapun yang kita lakukan dan selalu berusaha menyempurnakan ikhtiar yang dilakukan, selebihnya terserah ALLOH SWT.
Seperti para mujahidin yang berjuang membela bangsa dan agamanya, sebetulnya bukan kemenangan yang terpenting bagi mereka, karena menang-kalah itu akan selalu dipergilirkan kepada siapapun. Tapi yang paling penting baginya adalah bagaimana selama berjuang itu niatnya benar karena ALLOH dan selama berjuang itu akhlaknya juga tetap terjaga. Tidak akan rugi orang yang mampu seperti ini, sebab ketika dapat mengalahkan lawan berarti dapat pahala, kalaupun terbunuh berarti bisa jadi syuhada.
Ketika jualan dalam rangka mencari nafkah untuk keluarga, maka masalah yang terpenting bagi kita bukanlah uang dari jualan itu, karena uang itu ada jalurnya, ada rizkinya dari ALLOH dan semua pasti mendapatkannya. Karena kalau kita mengukur kesuksesan itu dari untung yang didapat, maka akan gampang sekali bagi ALLOH untuk memusnahkan untung yang didapat hanya dalam waktu sekejap. Dibuat musibah menimpanya, dikenai bencana, hingga akhirnya semua untung yang dicari berpuluh-puluh tahun bisa sirna seketika.
Walhasil yang terpenting dari bisnis dan ikhtiar yang dilakukan adalah prosesnya. Misal, bagaimana selama berjualan itu kita selalu menjaga niat agar tidak pernah ada satu miligram pun hak orang lain yang terambil oleh kita, bagaimana ketika berjualan itu kita tampil penuh keramahan dan penuh kemuliaan akhlak, bagaimana ketika sedang bisnis benar-benar dijaga kejujuran kita, tepat waktu, janji-janji kita penuhi.
Dan keuntungan bagi kita ketika sedang berproses mencari nafkah adalah dengan sangat menjaga nilai-nilai perilaku kita. Perkara uang sebenarya tidak usah terlalu dipikirkan, karena ALLOH Mahatahu kebutuhan kita lebih tahu dari kita sendiri. Kita sama sekali tidak akan terangkat oleh keuntungan yang kita dapatkan, tapi kita akan terangkat oleh proses mulia yang kita jalani.
Ini perlu dicamkan baik-baik bagi siap pun yang sedang bisnis bahwa yang termahal dari kita adalah nilai-nilai yang selalu kita jaga dalam proses. Termasuk ketika kuliah bagi para pelajar, kalau kuliah hanya menikmati hasil ataupun hanya ingin gelar, bagaimana kalau meninggal sebelum diwisuda? Apalagi kita tidak tahu kapan akan meninggal. Karenanya yang paling penting dari perkuliahan, tanya dulu pada diri, mau apa dengan kuliah ini? Kalau hanya untuk mencari isi perut, kata Imam Ali, “Orang yang pikirannya hanya pada isi perut, maka derajat dia tidak akan jauh beda dengan yang keluar dari perutnya”. Kalau hanya ingin cari uang, hanya tok uang, maka asal tahu saja penjahat juga pikirannya hanya uang.
Bagi kita kuliah adalah suatu ikhtiar agar nilai kemanfaatan hidup kita meningkat. Kita menuntut ilmu supaya tambah luas ilmu hingga akhirnya hidup kita bisa lebih meningkat manfaatnya. Kita tingkatkan kemampuan salah satu tujuannya adalah agar dapat meningkatkan kemampuan orang lain. Kita cari nafkah sebanyak mungkin supaya bisa mensejahterakan orang lain.
Dalam mencari rizki ada dua perkara yang perlu selalu kita jaga, ketika sedang mencari kita sangat jaga nilai-nilainya, dan ketika dapat kita distribusikan sekuat-kuatnya. Inilah yang sangat penting. Dalam perkuliahan, niat kita mau apa nih? Kalau mau sekolah, mau kuliah, mau kursus, selalu tanyakan mau apa nih? Karena belum tentu kita masih hidup ketika diwisuda, karena belum tentu kita masih hidup ketika kursus selesai.
Ah, Sahabat. Kalau kita selama kuliah, selama sekolah, selama kursus kita jaga sekuat-kuatnya mutu kehormatan, nilai kejujuran, etika, dan tidak mau nyontek lalu kita meninggal sebelum diwisuda? Tidak ada masalah, karena apa yang kita lakukan sudah jadi amal kebaikan. Karenanya jangan terlalu terpukau dengan hasil.
Saat melamar seseorang, kita harus siap menerima kenyataan bahwa yang dilamar itu belum tentu jodoh kita. Persoalan kita sudah datang ke calon mertua, sudah bicara baik-baik, sudah menentukan tanggal, tiba-tiba menjelang pernikahan ternyata ia mengundurkan diri atau akan menikah dengan yang lain. Sakit hati sih wajar dan manusiawi, tapi ingat bahwa kita tidak pernah rugi kalau niatnya sudah baik, caranya sudah benar, kalaupun tidak jadi nikah dengan dia. Siapa tahu ALLOH telah menyiapkan kandidat lain yang lebih cocok.
Atau sudah daftar mau pergi haji, sudah dipotret, sudah manasik, dan sudah siap untuk berangkat, tiba-tiba kita menderita sakit sehingga batal untuk berangkat. Apakah ini suatu kerugian? Belum tentu! Siapa tahu ini merupakan nikmat dan pertolongan dari ALLOH, karena kalau berangkat haji belum tentu mabrur, mungkin ALLOH tahu kapasitas keimanan dan kapasitas keilmuan kita.
Oleh sebab itu, sekali lagi jangan terpukau oleh hasil, karena hasil yang bagus menurut kita belum tentu bagus menurut perhitungan ALLOH. Kalau misalnya kualifikasi mental kita hanya uang 50 juta yang mampu kita kelola. Suatu saat ALLOH memberikan untung satu milyar, nah untung ini justru bisa jadi musibah buat kita. Karena setiap datangnya rizki akan efektif kalau iman kitanya bagus dan kalau ilmu kitanya bagus. Kalau tidak, datangnya uang, datangnya gelar, datangnya pangkat, datangnya kedudukan, yang tidak dibarengi kualitas pribadi kita yang bermutu sama dengan datangnya musibah. Ada orang yang hina gara-gara dia punya kedudukan, karena kedudukannya tidak dibarengi dengan kemampuan mental yang bagus, jadi petantang-petenteng, jadi sombong, jadi sok tahu, maka dia jadi nista dan hina karena kedudukannya.
Ada orang yang terjerumus, bergelimang maksiat gara-gara dapat untung. Hal ini karena ketika belum dapat untung akan susah ke tempat maksiat karena uangnya juga tidak ada, tapi ketika punya untung sehingga uang melimpah-ruah tiba-tiba dia begitu mudahnya mengakses tempat-tempat maksiat.
Nah, Sahabat. Selalulah kita nikmati proses. Seperti saat seorang ibu membuat kue lebaran, ternyata kue lebaran yang hasilnya begitu enak itu telah melewati proses yang begitu panjang dan lama. Mulai dari mencari bahan-bahannya, memilah-milahnya, menyediakan peralatan yang pas, hingga memadukannya dengan takaran yang tepat, dan sampai menungguinya di open. Dan lihatlah ketika sudah jadi kue, baru dihidangkan beberapa menit saja, sudah habis. Apalagi biasanya tidak dimakan sendirian oleh yang membuatnya. Bayangkan kalau orang membuat kue tadi tidak menikmati proses membuatnya, dia akan rugi karena dapat capeknya saja, karena hasil proses membuat kuenya pun habis dengan seketika oleh orang lain. Artinya, ternyata yang kita nikmati itu bukan sekedar hasil, tapi proses.
Begitu pula ketika ibu-ibu punya anak, lihatlah prosesnya. Hamilnya sembilan bulan, sungguh begitu berat, tidur susah, berbaring sulit, berdiri berat, jalan juga limbung, masya ALLOH. Kemudian saat melahirkannya pun berat dan sakitnya juga setengah mati. Padahal setelah si anak lahir belum tentu balas budi. Sudah perjuangan sekuat tenaga melahirkan, sewaktu kecil ngencingin, ngeberakin, sekolah ditungguin, cengengnya luar biasa, di SD tidak mau belajar (bahkan yang belajar, yang mengerjakan PR justru malah ibunya) dan si anak malah jajan saja, saat masuk SMP mulai kumincir, masuk SMU mulai coba-coba jatuh cinta. Bayangkanlah kalau semua proses mendidik dan mengurus anak itu tidak pakai keikhlasan, maka akan sangat tidak sebanding antara balas budi anak dengan pengorbanan ibu bapaknya. Bayangkan pula kalau menunggu anaknya berhasil, sedangkan prosesnya sudah capek setengah mati seperti itu, tiba-tiba anak meninggal, naudzhubillah, apa yang kita dapatkan?
Oleh sebab itu, bagi para ibu, nikmatilah proses hamil sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mengurus anak, pusingnya, ngadat-nya, dan rewelnya anak sebagai ladang amal. Nikmatilah proses mendidik anak, menyekolahkan anak, dengan penuh jerih payah dan tetesan keringat sebagai ladang amal. Jangan pikirkan apakah anak mau balas budi atau tidak, sebab kalau kita ikhlas menjalani proses ini, insya ALLOH tidak akan pernah rugi. Karena memang rizki kita bukan apa yang kita dapatkan, tapi apa yang dengan ikhlas dapat kita lakukan. ***

Menghargai Peran Hidup Kita


Oleh KH ABDULLAH GYMNASTIAR

Apapun OPINI yang berkembang tentang AA Gim, tapi apa yang ia katakan dan ia tulis dalam karya bukunya bisa membuat orang sadar dan mawas diri... Aa Gim banyak memberi motivasi.
Semoga bermanfaat....


Post Oleh: Rosi NS, S.Pd.I


Semoga kita mampu menjadikan hidup ini sebagai sebuah kesempatan untuk melakukan yang terbaik. Dengan niat yang selalu lurus, dan cara yang paling sesuai dengan tuntunan-Nya. Hingga setiap persembahan kita pada-Nya, akan terus mendekatkan kita menjadi orang-orang pilihan dalam pandangan-Nya, menempati tempat terbaik di sisi-Nya. Sungguh Allah SWT, melalui Al Qur’an, kitab-Nya yang mulia dan Rasulullah Muhammad SAW lewat sabda-sabdanya yang mengalir tulus dari lisannya yang suci, telah membimbing agar kita agar menjadi manusia yang berkualitas.

Allah telah memilih manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Amanat agung yang manusia pikul itu, sesungguhnya hanya dapat ditunaikan andaikata masing-masing diri kita, adalah pribadi yang berkualitas. Dan kualitas pribadi atau pun kualitas hidup kita, dapat terukur dari sejauh mana pendalaman atau penjiwaan kita terhadap peran yang kita geluti atau karya yang hendak kita lahirkan.

Sebagi ilustrasi, andaikata suatu ketika kita merasa amat terpesona, tersedot perhatian demi mendengar sebuah puisi yang dibawakan seorang seniman, maka jelas jiwa seniman itulah yang menjadikannya menakjubkan. Andaikata puisi itu dibawakan tanpa penjiwaan, tanpa kesungguhan meresapi maknanya, maka seindah dan sepuitis apapun kata-kata, akan terdengar hambar. Tak meninggalkan kesan, apalagi kemampuan menggugah batin. Pembacaan puisi itu menjadi murahan, tak layak menjadi kenangan dalam benak orang banyak.

Begitulah kualitas pribadi dan hidup kita.Pendalaman atau penjiwaan kita terhadap apa-apa yang kita lakukan, akan menjadi tolak ukur kualitas kerja kita tersebut.

Seorang istri misalnya, ia akan menjadi penyenang mata dan penyejuk hati suaminya, peneguhnya untuk berjuang menghadapi kerasnya hidup keseharian, peliknya bertahan dalam keimanan. Andai peran itu sang istri jalankan dengan sepenuh hati, disertai ketulusan dan keinginan memberikan yang terbaik buat sang suami maka keluarga yang diamanahkan kepadanya insya Allah akan harmonis, damai, tenteram senantiasa.

Berbeda dengan istri yang tak menjiwai tugasnya, ia duduk di samping suami, namun hatinya berkeliaran di jalanan. Walhasil, jiwanya akan tertekan, menganggap suami sebagai pengekang. Tugasnya terabaikan, rumah berantakan dan suaminya pun tiada terbahagiakan.

Peran sebagai orangtua pun, akan menjadi beban apabila tidak dijiwai dalam menjalankannya. Bilamana wajah kita hadapkan pada anak-anak, pertanyaan kita lontarkan kepada mereka, namun jiwa kita ada di kantor, ingatan kita berada diantara kontarak-kontrak bisnis yang mesti di tandatangani, dalam tumpukan makalah-makalah seminar, maka menjadi keringlah komunikasi dalam keluarga.

Sentuhan, belaian, yang dirasakan anak-anak pun terbatas hanya pada fisik, tanpa muatan kasih sayang di dalamnya. Tak jarang, ini akan menyebabkan anak-anak kita merasakan orangtuanya sebagai ada namun tiada. Kebencian anak-anak, kenakalan mereka, tak jarang bermula dari hal yang terasa sepele ini.

Suatu komunikasi yang terburu-buru, apalagi tanpa perhatian pada anak-anak, akan menjadikan mereka merasa diabaikan. Dengan begitu, kita tak akan mampu menjadi orangtua panutan. Bisa jadi keberadaan kita malah ibarat menjadi monster, di mata manusia-manusia yang justru darah daging kita sendiri itu.

Dalam profesi bisa kita lihat ini. Bila kita seorang guru, namun kemudian merasa pekerjaan ini adalah sesuatu yang menyebalkan, maka tanyalah pada diri, sejauh mana kita mendalami amanat mulia ini. Adakah kita pernah mencari teknik baru dalam mengajar? Berusaha memahami dunia dan keinginan anak didik? Ataukah kita berada di kelas sekadar mengisi absensi agar tak kurang gaji di awal bulan?

Seorang pemimpin yang tak menjiwai kepercayaan yang ada dipundaknya akan menjadi pemimpin asal-asalan. Dia tak mau memperhatikan kepentingan bawahan, melainkan melulu ambisi dan kepentingan pribadinya yang dipikirkan. Akibatnya, ia hanya mau bertemu orang-orang yang dipimpinnya semata untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Alhasil, pemimpin seperti inilah yang akan membuat organisasi yang dipimpinnya bobrok, anggotanya tertindas dan nama dirinya sendiri tercoreng. Meski bisa jadi kepemimpinannya yang rapuh baru terlihat dua atau tiga tahun, bahkan mungkin puluhan tahun kedepan.

Padahal andaikata ia mau menjalani perannya dengan sebaik-baiknya, maka betapa posisi pemimpin ini punya daya kekuatan yang luar biasa. Ia bisa membimbing bawahan menuju perbaikan diri, mengeluarkan keputusan-keputusan yang memiliki kemampuan menghapus maksiat, menumbuhkan kebaikan dimana-mana. Memang, kualitas hidup kita akan tercipta manakala kita mendalami setiap peran kita. Wallahu a`lam bishshawaab.**

Minggu, 01 Juli 2012

NILAI DAHSYATNYA IKHLAS “Kolaborasi Iman Islam Ikhsan”

Oleh : Rosi NS

Amal di konotasikan sebagai perbuatan baik, dalam bahasa arab Amal artinya “perbuatan”. Perbuatan yang dikonotasikan bernama AMAL dinginkan setiap orang bernilai dimata Tuhan. Namun kebanyakan orang tak sadar jika esensi AMAL itu hilang dimata Tuhan karena hati dan pikiran terkontaminasi setan. Hati merasa tinggi dan pikiran merasa sempurna karena telah berbuat amal, sehingga menganggap bahwa diri telah beramal. Celakanya lagi hati menginginkan AMAL itu diketahui orang lain agar dianggap telah ber-AMAL. 

“Loginya: jika menginginkan perbuatan bernilai dimata Tuhan maka seharusnya Hanya pelaku amal dan Tuhannya saja yang tahu, namun jika AMAL dibuat berharap nilai dari orang lain maka itu artinya gugur dimata Tuhan” maka definisinya adalah amal yang dilakukan karena Tuhan baik dalam hati dan pikiran tanpa ada niat ingin membanggakan diri dihadapan manusia apalagi berharap pujian itulah yang disebut IKHLAS. Sebuah kerugian yang bertubi-tubi jika perbuatan Amal yang dikerjakan dengan modal yang besar tapi berharap pujian dari manusia, karena perbuatan tersebut tidak ada kwalitasnya sama sekali dimata Tuhan. 

Berbuat yang ikhlas karena Tuhan akan dibalas oleh Tuhan, bayangkan balasan Tuhan yang tak bisa digambarkan karena Tuhan Maha Kaya. Manusia hidup berharap nilai dari Tuhannya, agar hidup dapat bernilai maka ikhsanlah dengan iman, jika sudah ikhsan maka akan timbul ikhlas, jika hidup sudah ikhsan dan ikhlas maka sempurnalah Islamnya. Wallahua’lam

Jumat, 28 Oktober 2011

MAKALAH OPINI PUBLIK


Opini Publik adalah sekumpulan pandangan individu terhadap isu yang sama yang berhubungan dengan arah opini, pengukuran intensitas, stabilitas, dukungan informasional dan dukungan sosial
Menurut Emory Bogardus, opini public adalah hasil pengintegrasian pendapat berdasarkan diskusi yang dilakukan didalam masyarakat demokratis. Opini public bukan merupakan seluruh jumlah pendapat individu-individu yang dikumpulkan. Dengan demikian berarti :
a) Opini public itu bukan merupakan kata sepakat.
b) Tidak merupakan jumlah pendapat yang dihitung secara numerical, berapa jumlah orang terdapat dimasing-masing pihak, sehingga mayoritas opini dapat disebut sebagai opini public.
c) Opini public hanya dapat berkembang dinegara-negara demokratis dimana terdapat kebebasan bagi tiap individu untuk menyatakan pendapatnya dengan lisan, tertulis, gambar-gambar, isyarat dan lambang-lambang lainnya yang dapat dimengerti.
Dalam praktik PR dalam menciptakan opini public ada 3 cara, yaitu sebagai berikut :
a . Tekanan (pressure)
Lebih banyak menggunakan pengaruh,baik secara individu yang mempunyai kewibawaan/charisma pribadi maupun berdasarkan kekuasaan jabatan atau kekuasaan tertentu.
b.   Membeli (buying)
Sama dengan “membeli suara” alias menyogok dengan sejumlah uang (money politic) agar bias memperoleh dukungan, cara ini sering dipergunakan dalam kehidupan masyarakat dalam pemilihan kepala desa dan sebagainya ,termasuk kegiatan orsospol dalam pemilu untuk mencati dukungan suara lebih banyak. Kegiatan membeli suara opini publik ini juga diperlukan dalam rapat pemegamg saham di perusahaan, termasuk pihak pejabat humas (PRO) dalam berupaya menjaga publisitas di media pers atau citra lembaga/institusi di mata masyarakat dan pers dengan cara membelikan “amplop” kepada oknum wartawan yang selama ini telah dibina dalam aktivitas di lingkungan instansinya masing-masing.
c .  Bujukan/ persuasi (persuasive)
Yang paling tepat atau wajar dalam aktivitas peranan PR dalam membentuk atau merekayasa opini public,yaitu dengan cara membujuk.
Proses Pembentukan Opini Publik
Proses terbentuknya opini publik melalui beberapa tahapan yang menurut Cutlip dan Center ada empat tahap, yaitu :
1.   Ada masalah yang perlu dipecahkan sehingga orang mencari alternatif pemecahan.
2. Munculnya beberapa alternatif memungkinkan terjadinya diskusi untuk memilih alternatif
3.   Dalam diskusi diambil keputusan yang melahirkan kesadaran kelompok.
4.  Untuk melaksanakan keputusan, disusunlah program yang memerlukan dukungan yang lebih luas.
Opini publik sudah terbentuk jika pendapat yang semula dipertentangkan sudah tidak lagi dipersoalkan. Dalam hal ini tidak berarti bahwa opini publik merupakan hasil kesepakatan mutlak atau suara mayoritas setuju, karena kepada para anggota diskusi memang sama sekali tidak dimintakan pernyataan setuju. Opini publik terbentuk jika dalam diskusi tidak ada lagi yang menentang pendapat akhir karena sudah berhasil diyakinkan atau mungkin karena argumentasi untuk menolak sudah habis.
Berdasarkan terbentuknya opini publik, kita mengenal opini publik yang murni. Opini publik murni adalah opini publik yang lahir dari reaksi masyarakat atas suatu masalah (isu). Sedangkan opini publik yang tidak murni dapat berupa :
1.      Manipulated Public Opinion, yaitu opini publik yang dimanipulasikan atau dipermainkan dengan cerdik
2.      Planned Public Opinion, yaitu opini yang direncanakan
3.      Intended Public Opinion, yaitu opini yang dikehendaki
4.      Programmed Public Opinion, yaitu opini yang diprogramkan
5.      Desired Public Opinion, yaitu opini yang diinginkan
                                                                                                        

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Opini Publik
Opini publik dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya :
1. Pendidikan
Pendidikan, baik formal maupun non formal, banyak mempengaruhi dan membentuk persepsi seseorang. Orang berpendidikan cukup, memiliki sikap yang lebih mandiri ketimbang kelompok yang kurang berpendidikan. Yang terakhir cenderung mengikut.
2. Kondisi Sosial
Masyarakat yang terdiri dari kelompok tertutup akan memiliki pendapat yang lebih sempit daripada kelompok masyarakat terbuka. Dalam masyarakat tertutup, komunikasi dengan luar sulit dilakukan.
3. Kondisi Ekonomi
Masyarakat yang kebutuhan minimumnya terpenuhi dan masalah survive bukan lagi merupakan bahaya yang mengancam, adalah masyarakat yang tenang dan demokratis.
4. Ideologi
Ideologi adalah hasil kristalisasi nilai yang ada dalam masyarakat. Ia juga merupakan pemikiran khas suatu kelompok. Karena titik tolaknya adalah kepentingan ego, maka ideologi cenderung mengarah pada egoisme atau kelompokisme.
5. Organisasi
Dalam organisasi orang berinteraksi dengan orang lain dengan berbagai ragam kepentingan. Dalam organisasi orang dapat menyalurkan pendapat dan keinginannya. Karena dalam kelompok ini orang cenderung bersedia menyamakan pendapatnya, maka pendapat umum mudah terbentuk.
6. Media Massa
Persepsi masyarakat dapat dibentuk oleh media massa. Media massa dapat membentuk pendapat umum dengan cara pemberitaa

Kedudukan Akal dalam Memperoleh Ilmu Pengetahuan Menurut Harun Nasution


Akal menghasilkan ilmu, dan hal ini telah terbukti ilmu berkembang pada masa-masa keemasan sejarah Islam. Dalam ajaran agama yang diwahyukan adal dua jalan memperoleh pengetahuan, yaitu melalui akal dan wahyu (Nasution, 1986:1). Harun Nasution berusaha menjelaskan kedudukan akal dalam memperoleh pengetahuan, Harun Nasution dikenal sebagai seorang tokoh pembaharuan Islam di Indonesia pada tahun 70an. Dia adalah seorang intelektual muslim Indonesia yang memberikan perhatian terhadap akal dan wahyu, hal ini dibuktikan oleh beliau dengan bukunya yang berjudul “Akal dan Wahyu dalam Islam”. Sedemikian peting menurut Harun penggunaan akal karena agama atau wahyu yang dibawah oleh nabi pada hakekatnya hanya memberikan dasar-dasarnya saja dan tugas akal adalah menjelaskan apa yang disampaikan wahyu yang penggunaan akal dalam memahami agama disebut Ijtihad (Nasution. 1995:66), dan menurut Harun juga yang diperlukan adalah suatu upaya untuk merasionalisasikan pemahaman umat Islam yang dogmatis yang menyebabkan kemunduran umat Islam karena kurang mengoptimalkan potensi akal yang di miliki, Sebelum mengetahui kedudukan akal dalam memperoleh ilmu pengatahuan ada baiknya mengetahui apa yang  dimaksud dengan akal, kedudukan dan ilmu pengetahuan. Dan keduduka akal dalam memperoleh ilmu pengetahuan.

Akal, kedudukan, dan ilmu pengetahuan menurut Harun Nasution
Menurut Harun Nasution kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘aql (العقل), yang dalam bentuk kata benda, Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqluh (عقلوه) dalam 1 ayat, Ta’qilun (تعقلون) 24 ayat, Na’qil (نعقل) 1 ayat, ya’qiluha (يعقلها) 1 ayat dan ya’qilun (يعقلون) 22 ayat. Kata-kata itu dating dalam arti faham dan mengerti. Sebagai contoh dapat disebut ayat-ayat berikut:
* tbqãèyJôÜtGsùr& br& (#qãZÏB÷sムöNä3s9 ôs%ur tb%x. ×,ƒÌsù öNßg÷YÏiB tbqãèyJó¡o zN»n=Ÿ2 «!$# ¢OèO ¼çmtRqèùÌhptä .`ÏB Ï÷èt/ $tB çnqè=s)tã öNèdur šcqßJn=ôètƒ ÇÐÎÈ  
Artinya “Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?” (Q.S. Al-Baqarah; 75)
Akal adalah anugerah yang diberikan oleh  Allah SWT yang mempunyai kemampuan untuk berpikir, memahami, merenungkan, dan memutuskan. Akal jugalah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya. (Studi Islam, 1997:5) akal bersama wahyu mempunyai peranan yang penting dalm perjalan hidup manusia, wahyu diturunkan Allah kepada manusia yang berakal sebagai petunjuk untuk mengarui lika-liku kehidupan di dunia ini, akal tidak serta merta mampu memahami wahyu Allah, adalah panca indera manusia yang menyertainya untuk dapat memahami wahyu yang diturunkan Allah. Juga Harun Nasution dengan mengutip pendapat Abu Huzail mengenai akal yakni daya untuk memperoleh pengetahuan dan juga daya yang membuat seseorang dapat membedakan antara dirinya dan benda lain diantara benda satu dan lainnya.
Makna Kedudukan berasal dari kata duduk adalah tempat yang diduduki sesuatu dalam pola tertentu. Jika kita berbicara tentang kedudukan akal dan wahyu dalam Islam, yang dimaksud adalah tempat akal dan wahyu dalam sistem agama Islam. Dengan mengetahui kedudukannya, dapat pula diketahui peranannya adalah dua hal (akal dan wahyu) yang tidak mungkin dicerai-pisahkan. Sedangkan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan adalah gabungan berbagai pengetahuan yang disusun secara logis dan bersistem dengan memperhitungkan sebab-akibat, dan teknologi adalah kemampuan tehnik berlandaskan proses teknis. Dari rumusan ini dapatlah dikatakan bahwa teknologi adalah ilmu tentang cara menerapkan sains untuk memanfaatkan alam bagi kesejahteraan dan kenyamanan hidup manusia. Dengan demikian, maka mesin atau alat lainnya yang dipergunakan manusia bukanlah teknologi, walaupun secara umum alat-alat tersebut sering diasosiasikan sebagai teknologi. Mesin telah dipergunakan manusia sejak berabad yang lalu, namun abad tersebut tidak dinamakan era teknologi.
Jadi dalam hal ini Harun Nasution menjelaskan bahwa Kedudukan akal dalam Islam dan dalam memperoleh ilmu pengetahuan, seperti telah dibicarakan, menampung aqidah, syari’ah, akhlak, dan sejarah. manusia tidak pernah dapat memahami ilmu pengetahuan tanpa mempergunakan akal. Dan dengan mempergunakan akalnya secara baik dan benar, sesuai dengan petunjuk Allah. Manusia merasa selalu terikat dan dengan sukarela, mengikat dirinya pada Allah. Manusia dapat berbuat, memahami dan mewujudkan sesuatu dengan mempergunakan akalnya. Karena posisinya demikian, dapatlah dipahami kalau dalam ajaran Islam ada ungkapan yang menyatakan  akal adalah kehidupan, hilang akal berarti kematian. Namun, bagaimanapun kedudukan dan peranan akal dalam ajaran Islam untuk memperoleh pengetahuan, tidak boleh bergerak dan berjalan tanpa bimbingan wahyu. Wahyu itu yang membetulkan akal dalam gerak-geriknya kalau menjurus ke jalan yang nyata-nyata salah karena berbagai pengaruh. Karena itulah Allah menurunkan petunjukkan dalam bentuk wahyu.

Pentingnya Akal
Akal, menurut Muhammad Abduh, adalah suatu .daya yang hanya dimiliki manusia, dan oleh karena itu dialah yang mem­perbedakan manusia dari makhluk lain. Akal adalah tonggak kehidupan manusia dan dasar kelanjutan wujudnya. Pening­katan daya akal merupakan salah satu dasar pembinaan budi pekerti mulia yang menjadi dasar dan surnber kehidupan dan kebahagiaan bangsa-bangsa umat manusia pada waktu Islam datang, demikian Muhammad Abduh, telah mencapai usia dewasa dan menghendaki agama yang rasional. Apa yang mereka cari itu, mereka jumpai dalam Islam. Tidak mengherankan kalau ia selalu menegaskan bahwa Al-Qur’an berbicara kepada akal manusia dan bukan hanya kepada perasaannya. Aka1, demikian ia menegaskan, dimuliakan Allah dengan menujukan perintah dan larangan-Nya kepada­nya.
Oleh karena itu, dalarn Islamlah “agama dan akal buat per­tama kalinya menjalin hubungan persaudaraan.” Di dalam persaudaraan itu, akal menjadi tulang punggung agama yang ter­kuat dan wahyu sendinya yang terutama. Antara akal dan wahyu tidak bisa ada pertentangan. Keharusan manusia mempergunakan akalnya, bukanlah hanya merupakan ilham yang terdapat dalam dirinya, tetapi juga adalah ajaran AI-Qur’an. Kitab suci ini, kata Muhammad Abduh, memerintahkan kita untuk berpikir dan mempergunakan akal serta melarang kita memakai sikap taklid. (Harun Nasution, 1987: 44-46) 

Ilmu dalam al-Qur’an
Menurut al-Qur’an, seperti yang telah di isyaratkan dalam wahyu pertama secara kategorisasi ilmu dibagi dua : Pertama, adalah ilmu yang diperoleh tanpa upaya langsung dari manusia, disebut ilmu ilahi.. Kedua,  Ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, di namia ‘ilmu kasbi atau ilmu insani. Pembagian ilmu ke dalam dua golongan ini dilakukan karena menurut al-Qur’an terdapat hal-hal yang ‘ada’ tetapi tidak diketahui manusia. Disamping itu ada pula wujud yang tidak tampak, karena itu tidak diketahui manusia sebagaimana diulang-ulang ditegaskan al-Qur’an antara lain dalam firman-Nya pada surat al-Haqqah ayat 38-39, yang artinya : Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan dengan apa yang tidak kamu lihat.” Dari kalimat terakhir ini jelas bahwa obyek ilmu ada dua : materi dan non-materi, fenomena dan non-fenomena, bahkan ada juga wujud yang jangankan dilihat, diketahui manusia pun tidak. Kedua ilmu ini menyatu dalam rangkaian paradigma ilmu Islam yaitu ilmu ilahi menuntun ilmu insani, dengan demikian pula dipahami bahwa ilmu manusia sangat terbatas, dan ini ditegaskan Allah dalam firman-Nya : “Kamu tidak diberikan ilmu (pengetahuan) kecuali sedikit” (al-Isra’ : 85)
Jadi kedudukan akal dalam memperoleh ilmu pengetahuan adalah tempat akal memperoleh pengetahuan, akal memperoleh pegetahuan dengan menjelaskan wahyu dari Allah dengan bantuan panca indra. Manusia harus menggunakan akal dalam memperoleh ilmu pengetahuan, memahami dan memproses pengetahuan. Akal adalah tonggak kehidupan sebagai wujud hidup manusia. Karena akal adalah kehidupan dan kehilangan akal berarti kehilangan kehidupan.
Walaupun ilmu yang diberikan Allah kepada manusia amat sedikit, namun manusia harus memanfaatkan ilmu yang diberikan Allah tersebut untuk kemaslahatan manusia. Menurut al-Qur’an, ilmu dicari karena Allah untuk kepentingan manusia, maka semboyan sekuler yang menyatakan “ilmu untuk ilmu” tidak tepat dalam Islam. Yang dibenarkan adalah “ilmu sarat nilai”, oleh  karena itu ilmuan Islam harus menambahkan nilai rabbani (nilai Ilahiah) pada ilmu pengetahuan. Keharusan manusia mempergunakan akalnya, bukanlah hanya merupakan ilham yang terdapat dalam dirinya, tetapi juga adalah ajaran AI-Qur’an. Kitab suci ini, kata Muhammad Abduh, memerintahkan kita untuk berpikir dan mempergunakan akal serta melarang kita memakai sikap taklid.

Tantangan dan Dakwah dalam Era Informasi

a.      Pengertian Era Informasi
      Pertemuan antara teknologi mutakhir dengan komputer melahirkan sebuah era baru, yakni era informasi. Era dimana melahirkan global village (desa global). Sehingga  dapat dikatakan sebagai Word Of The Year. Globalisasi berasal dari kata golabal yang artinya secara umum atau keselurun. Era global adalah proses masuknya sebuah Negara keruang lingkup dunia, sehingga sekat-sekat (pembatas) antara Negara akan semakin kabur. Globalisasi biasanya ditandai dengan semakin majunya teknologi komunikasi, inilah yang disebut dengan era informasi. (Marwah Daud Ibrahim, Teknologi Emansipasi dan Tendensi, hal. 72).
      Collin Cherry mengatakan perkembangan teknologi komunikasi yang cepat (explosion) disebabkan karena:
1.      Secara potensial teknologi komunikasi dapat menjangkau seluruh permukaan bumi hanya dalam tempo waktu yang sekajap.
2.      Jumlah pesan dan arus lalu lintas informasi telah berlipat ganda.
3.      Kompleksitas teknologi sendir semakin lama semakin canggih.
      Era globalisasi informasi memiliki potensi mengubah hampir seluruh sistem kehidupan masyarakat, politik, ekonomi, budaya dan sebagainya. Dialog antar budaya progresif barat dan budaya ekspresif timur berlangsung dalam skala besar-besaran tanpa disadari. sehingga mampu mengubah citra suatu Negara. (AM. Saefuddin. Desekularisasi Pemikiran: Landasan Islamisasi.  Hal. 157)
      Beberapa ciri dari era globalisasi informasi
1.      Dari masyarakat global adalah semakin tingginya peradaban yang ditopang oleh keberadaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat modern sebagaimana dihasilkan oleh industrialisasi masyarakat dengan struktur kehidupan yang dinamis, kreatif untuk melahirkan ide-ide baru demi kepentingan manusia dan beberapa sektor kehidupan. Dan akan berlanjut pada bergesernya nilai-nilai budaya.
2.      Serangan komunikasi dan informasi yang menembus batas-batas budaya. John Naisbitt mengidentifikasi beberapa hal yang dapat diperhatikan mengenai perubahan masyarakat industri ke masyarakat informasi, dan mencirikan masyarakat informasi.
  1. Masyarakat informasi merupakan suatu realitas ekonomi.
  2. Inovasi di bidang komunikasi dan teknologi komputer akan menambah langkah perubahan dalam penyebaran informasi dan percepatan arus informasi.
  3. Peralihan teknologi secara perlahan akan melahirkan aktivitas dalam proses produksi yang baru.
  4. Sistem pendidikan bisa didapatkan dimana saja tidak harus melalui lembaga formal.
  5. Keberhasilan atau kegagalan teknologi komunikasi ditentukan oleh prinsip teknologi tinggi dengan sentuhan yang tinggi pula.
3.      Tingginya laju transformasi sosial, informasi dan peristiwa yang terjadi di belahan dunia secara cepat dapat diakses oleh manusia di benua lain.
4.      Terjadinya perubahan gaya hidup (lifestyle). Implikasinya terjadilah perubahan sistem nilai karena pembenturan nilai yang diadopsi oleh masyarakat belum tentu sesuai dengan latar belakang budaya.
5.      Semakin tajamnya gap antara negara industri dengan negara berkembang artinya arus informasi dunia akan semakin dikuasai oleh negara-negara maju.
b.      Kajian Tentang Informasi Dakwah Islam
      Dakwah adalah simbol dari penyebaran  informasi islam, dakwa sendiri merupakan penyebaran informasi yang berbasis islam dengan harapan mampu membawa perubahan dari yang tidak baik menujuh baik dan baik menuju kesempurnaan, dengan isi pesan informasi yang berlandasan kebenaran Al-qur’an dan Hadits maka komunikasi islam memiliki ciri khas tersendiri yang berbeda dengan komunikasi lainnya.
      Dalam persektif islam, komunikasi disamping untuk mewujudkan hubungan  secara fertikal kepada Allah, juga untuk menegakkan komunikasi secara horizontal terhadap sesama manusia. Komunikasi dengan Allah tercermin dalam bentuk ibadah-ibadah fardu yang bertujuan untuk membentuk takwa sedangkan ibadah sesama manusia terwujud dari hubungan social (muamallah)yang tercermin pada semua aspek kehidupan. (Mohd. Yusof Hussain. Dua Puluh Lima Soal Jawab Mengenai Komunikasi Islam. Hal. 1).
       Beberapa hal yang membedakan komunikasi islam degan komunikasi  barat, diantaranya:
a.       Teori-teori komunikasi yang dikembangkan oleh para pemikir muslim. Tujuan akhirnya adalah menjadikan komunikasi islam sebagai komunikasi alternatif, terutama dalam menjunjung nilai-nilai kemanusian yang bersesuaian dengan fitrah penciptaan manusia. Sedangkan teori komunikasi yang dikembangkan oleh barat lebih menekankan pada aspek emprikal serat mengabaikan aspek normative dan historikal
b.      Dalam aspek perubahan sosial dan pembangunan masyarakat. Komunikasi barat cenderunng bersifat fositivistik dan fungsional yang berorientasi kepada individu, bukan kepada keseluruhan sistem sosial dan fingsi sosiobudaya. Sedangkan komunikasi islam menyangkut nilai-nilai kebenaran, kesederhanaan, kebaikan, kejujuran, integritas, keadilaan, keshahihan pesan dan sumbernya, karena komunikasi islam ditegakkan berdasarkan hubugan segitiga antara Allah, manusia, dan masyarakat.
Sesuai dengan firman Allah dalam QS An-Nahl Ayat 116

Ÿwur (#qä9qà)s? $yJÏ9 ß#ÅÁs? ãNà6çGoYÅ¡ø9r& z>És3ø9$# #x»yd ×@»n=ym #x»ydur ×P#tym (#rçŽtIøÿtGÏj9 n?tã «!$# z>És3ø9$# 4 ¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbrçŽtIøÿtƒ n?tã «!$# z>És3ø9$# Ÿw tbqßsÎ=øÿムÇÊÊÏÈ  
Artinya:  Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara Dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Tiadalah beruntung.
      Jadi Membangun komuniksi islam tidak harus dimulai dari nol, karena fungsi komunikasi islam adalah untuk mewujudkan persamaan makna, dengan demikian akan terjadi perubahan sikap atau tingkah laku kepada mayarakat yang muslim, karena komunikasi islam adalah kebahagian hidup dunia dan akhirat yang titik tekannya pada aspek komunikan (Mad’u) bukan pada komunikator (Da’i)
c.       Tantangan Dakwah dalam Era Informasi
      Menurut Ziauddin Sardar revolusi informasi kini sedang dijajakan sebagai suatu rahmat bagi umat manusia.Penjajaannya di televisi, surat kabar, dan majalah yang mewah begitu agresif dan menarik.
      Abad informasi adalah upaya untuk meningkatkan pengendalian manusia atas kehidupannya, tapi semua kenyataan tersebut berbalik. Bagi dunia muslim, revolusi infomasi menghadirkan tantangan-tantangan khusus yang harus diatasi demi kelangsungan hidup fisik maupun budaya umat. Menghadapi kemajuan sistem informasi ibarat melewati padang ranjau, kemajuan komunikasi dapat menghantarkan alat komunikasi masa dan penggunaanya dengan baik, namun dibalik itu semua sering terjadi pelanggaran nilai-nilai yang ada, inilah yang menjadi tantangan dakwah dalam era komunikasi. (.Ziauddin Sardar. (Terj) Tantangan Dunia Islam Abad 21. Hal 13).
       Beberapa tantangan yang dapat di identifikasi pada era globalisasi informasi adalah sebagai berikut:
  1. Keberadaan publikasi informasi merupakan sarana efektif penyebar isu masalah yang dihadapi dalam proses komunikasi seperti ini adalah timbulnya rasa curiga terhadap ras. Budaya dan negara lain. Komunikasi islam dihadapkan pada pertarungan ideology dan pemikiran dan untuk seterusnya mempengarui sekaligus membentuk opini publik tentang islam dan umat islam, dalam menghadapi isu-isu negatif informasi barat tentang dunia islam.
  2. Dalam banyak aspek keperkasan barat dalam dominasi informasi pada era ini menimbulkan sekularisme, kapitalisme, pragtimesme dan sebagainya. Ini menjadi tatangan tersendiri bagi konsep bangunan komunikasi islam di masa depan untuk seluruh nilai-ilai komunikasi informasi yang bertentangan dengan nilai luhur islam.
  3. Dari sisi pelaksanaan komunikasi informasi, ekspose persoalan-persoalan seksualitas, peperangan, dan tindakan kriminal lainnya mendatangkan efek yang berbanding terbalik dengan tujuan komunikasi da informasi itu sendiri. Dihadapkan dengan masalah yang dapat mempengarui prilaku masyarakat juga cenderung sebagaimana yang dilihat, didengar dan disaksikan. Ditambah pertentangan ulama yang masih memperdebakan halal-haram tayangan media-media tertentu. Tantangan komunikasi islam dalam konteks ini bagaimana menghadirkan isi pesan komunikasi yang sesuai dengan fungsi komunikasi itu sendiri yakni, to inform, to educate, to entertain. Sehingga mendorong terciptanya perubahan sikap atau tingkah laku masyarakat muslim untuk kepentingan mencapai kemaslahatan dunia dan akhirat.
  4. Lemah sumber daya modal maupun kualitas negara-negara muslim mengimport teknologi komunikasi informasi dari dunia barat, bersamaan dengan itu adopsi nilai luar tidak bisa dihindarkan. Tantangan komunikasi islam pada era ini adalah mewujudkan komunikasi yang erbasis moral dan etika untuk kesejateraan umat manusia. (Hamid Mowlana, The New Global Order and Cultural Ecology. Hal 10-11).
d.      Peluang Dakwah dalam Era Informasi
      Menurut Ziauddin Sardar mengatakan informasi bukanlah sesuatu yang baik atau buruk, adalah pemakaian yang membuat benar atau salahnya komunikasi tersebut, sains tidaklah membawa mudarat, yang membawah mudarat adalah orang yang menggunakannya.
      Peluang pengembangan dakwah pada masa era globalisasi informasi dan masa depan adalah:
1.      Peluang dalam pandangan islam, harus disadari bahwa informasi akan mempunyai arti bahwa bila ia berada dalam kerangka pengetahuan tentang masyarakat, yang selaras dengan aspek-aspek mutlak (substansional, cultural, dan subjektif) suatu masyarakat. Peluang dakwah dapat memberikan sumbangan positif kepada masyarakat itu sendiri. Keselarasan negara-negara muslim dapat menghasilkan informasi mereka sendiri dengan dengan perlengkapan yang relevan yang dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan informasi. Strategi informasi bagi muslim harus didasarkan pada kesadaran ini. (Ziauddin Sardar. Hal. 22)
2.      Adanya perubahan dari era industri menuju era informasi menyangkut masyarakat yang menjerus kepada masalah ekonomi, dalam bidang informasi dan komunikasi ini akan mendatangkan kesempatan kerja. Misalnya programmer reporter radio dan televisi. Semua menghabiskan waktu untuk merencanakan, memproses, dan mendistribusikan informasi. Jadi pelang dakwah dapat dilakkukan melalui media elektronik, surat kabar dan sebagainya. (F. Rachmadi, Informasi dan Komunikasi dalam Peraturan Internasional,  Hal 22)
3.      Pada masa depan komunikasi islam itu  dapat dikembangkan dengan memperhatikan tujuh konsep pokok islam yang mempunyai kaitan langsung dengan penciptaan dan penyebaran informasi, yakni tauhid (keesaan), ‘ilm (ilmu pengetahuan), hikmah (kebijakan), ‘adl (keadilan), ijma’ (konsensus), syura’(musyawarah), istislah (kepentingan umum), ummah (komunitas muslim sejagad). (Ziauddin Sardar,  Hal.36).
4.      Selama abad pertama islam, tradisi lisan merupakan sarana utama dalam penyebaran informasi, namun segera diketahui bahwa ingantan tidak dapat diandalkan sepenuhnya, sehingga cacatan tertulispun mulai berlaku diantara penuntut ilmu pengetahuan. Analisis singkat terhadap sejarah perbukuan periode klasik islam menunjukan bahwa buku merupakan instruktur penyebaran informasi dalam rangka menegakan peradaban muslim. Peluang kedepan tentu saja karena umat islam telah memeiliki pengalam dan akar budaya masa lalu, menjadi sarana potensial untuk menguptodatekannya dan mengupgradenya dalam konteks kini.

Jumat, 18 Maret 2011

MAHKUM ALAIH

MAHKUM ALAIH

A. Pendahuluan

1. Latar Belakang
Agama Islam adalah salah satu agama samawi yang diturunkan Allah Swt kepada rasul-Nya Muhammad Saw. Beliau menjadi penerima wahyu dan sekaligus menyampaikan wahyu tersebut kepada umatnya, itulah yang disebut sebagai tugas rasul. Salah satu dari beberapa macam wahyu yang dirunkan Allah kepada Nabi Muhammad adalah Al-Quran. Al-quran adalah wahyu yang berbentuk fisik yang diterima Nabi Muhammad. Dan Alquran adalah pedoman kehidupan manusia, baik itu pedoman berupa perintah, larangan, anjuran, atau disimpulkan sebagai sumber hukum dalam hidup manusia, dan alquran juga berisikan sejarah masa lalu, dan berita umat yang akan datang.
Selain Al quran, yang dijadikan sumber hukum adalah Hadis Nabi Muhammad Saw. Fungsi dari hadits tersebut adalah sebagai penjelas dalam atau menerangkan kalimat-kalimat yang ada dalam Al quran. Dalam hal ini sesuai dengan kemajuan zaman, dan perbedaan budaya dalam hidup manusia, terkadang ada hukum hukum yang ditetapkan pada zaman Nabi Muhammad tidak relefan dengan keadaan setelahnya. Juga ada hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang terjadi sekarang, belum terjadi pada zaman rasul, sahabat dan tabi’in, yang berakibat belum jelasnya satatus suatu hukum pada peristiwa tersebut. Dalam mengatasi hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah diatas, maka yang menjadi acuan adalah hasil dari Ijma’ Ulama.
Hukum yang diatur Alqura’an dan hadits ada juga ditemukan pembahasan-pembahasan hukum secara global, namun dalam paradikma para ulama hal tersebut adalah sebuah khazanah pengetahuan dalam islam, dan hal seperti itu adalah dalam wilayah-wilayah pembahasan Ushul Fiqh. Seperti yang akan dibahas dalam makalah ini adalah Mahkum alaih.


2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Mahkum Alaih?
b. Apa yang dimaksud Taklif, Ahliyyah?

B. Pembahasan
1. Pengertian Mahkun ‘Alaih
Mahkum ‘Alaih adalah seseorang yang tindakan atau perbuataannya dikenai hukum-hukum syariat. Mahkum alaih dapat juga dikatakan sebagai subyek dari hukum atau orang yang dibebani hukum, dalam kajian ushul fiqh ini juga disebut dengan Mukallaf. Perbuatan mukallaf adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sudah dewasa (Balligh) meliputi seluruh gerak geriknya, pembicaraannya, maupun niatnya. Mahkum Alaih adalah subyek hukum yaitu mukallaf yang melakukan perbuatan-perbuatan Taklif (hukum yang menuntun manusia untuk melakukan, meninggalkan, atau memilih antara berbuat atau meninggalkan).
Jika Mahkum Fih menjelaskan tentang perbuatan mukallaf, maka Mahkum ‘Alaih adalah menjelaskan orang yang melakukan hukum.
Ada beberapa bagian yang menjadikan seseorang atau mukallaf dikatan sebagai Mahkum Alaih.
a. Dasar Taklif
Yang dimaksud dengan dasar taklif adalah orang atau mukallaf yang sudah mampu mengerjakan tindakan hukum, dan ulama ushul fiqh sepakat dasar mukallaf dikenai hukum adalah berakal dan memiliki pemahaman terhadap hukum yang ditujukan kepadanya.
1. Syarat Taklif
- orang yang telah mampu memahami tuntunan Syara’ yang terkandung dalam Alquran dan Sunnah baik secara langsung maupun melalui orang lain.
- Mampu dalam bertindak hukum (Ahliyah). artinya orang yang belum mampu untuk melakukan suatu kewajiban hukum. Maka belum dipertanggung jawabkan tindakannya.
b. Ahliyah
Defenisi Ahliyyah adalah Kepatutan seseorang memiliki beberapa hak dan dan melakukan kewajiban. Dan juga Ahiyyah adalah sifat yang menunjukan seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya, sehingga segala tindakannya dapat dinilai sebagai syara’. Kemampuan untuk bertindak hukum tidak datang kepada seseorang sekaligus, tetapi melalui tahapan tahapan. Sesuai dengan perkembangan jasmani dan akalnya. Dengan demikian ulama membagai macam-macam ahliya
- Ahliyyah ada’
Dalam hal ahliyyah ada’ ini adalah mukallaf yang telah aqil baligh, yang telah sempurna akal dan pemahamannya dan segala tindakannya dikenai hukum, baik itu haram atau halal, daam arti berpahala jika ia melakukan kebaikan dan berdosa jika melakukan sebuah kesalahan.
- Ahliyyah Al Wujub
Ahliyyah wujub adalah orang yang cakap menerima hak-haknya namun belum mampu untuk dibebani seluruh kewajiban. Contoh orang yang memperoleh hak-hak waris dari keluarganya namun belum mampu menjalankan kewajiban syara’ seperti shalat, puasa, zakat, haji dan lainnya. Dasar adanya kecakapan ini adalah adanya nyawa atau kehidupan. Ahliyyah menurut ulama Fiqh adalah seseorang yang secara hukum bertindak dan menerima hak tertentu berdasarkan sifat kemanusiaannya. Tanpa dibatasi umur, baligh, cerdas atau tidak. Semenjak dia dilahirkan hingga meninggal dunia.
Ada dua bagian dalam ahliyyah alwujub
• Ahliyah Al wujub al naqishah (Janin yang masih berada dalam kandungan seorang ibu)
Ada beberapa hak bagi janin
1. hak keturunan dari seorang ayah
2. hak waris
3. wasiat yang ditujukan kepadanya
4. harta wakaf yang ditujukan kepadanya.
• Ahliyyah Al Wujub Al Kamilah (Yaitu kecakapan bagi seorang anak menerima haknya bagi seorang yang telah lahir sampai ia dinyatakan berakal walaupun masih kurang sempurna.

Mengenai tindakan hukum kepada orang yang berstatus Ahliyyah Ada’ atau Ahliyyah Alwujub Alkamilah, jika mereka melakukan tindakan pengrusakan barang orang lain atau melakukan tindakan yang merugikan orang lain, maka ia wajib mengganti rugi dengan hartanya sendiri yang diperoleh dari waris atau hibbah, ketetapan ini adalah ketetapan ulama ushul fiqh. Namun apabila mereka melakukan perbuatan pembunuhan, maka menurut ulama ushul, bahwa status Ahliyyah Ada’ bertanggung jawab penuh terhadap untuk menerima hukuman dari tindakannya sesuai dengan hukum syara’. Akan tetapi berbeda dengan Ahliyyah Al wujub Al kamilah, perbuatan mereka belum dapat dipertanggung jawabkan secara hukum, dan perbuatan mereka dianggap melukai atau hukumannya dikenakan dengan diyat bukan qishas.




Kesimpulan

Mahkum ‘Alaih adalah seseorang yang tindakan atau perbuataannya dikenai hukum-hukum syariat.
Mukallaf ialah seorang manusia yang memiliki akal serta paham akan ketentuan Allah yangmana ketentuan perbuatannya ditentukan syariat dari segi hukumnya
Hukum Taklif itu berarti pembebanan terhadap mukallaf dengan menuntut sebuah perbuatan darinya yang mana ia memiliki 5 jenis hukum yaitu wajib, sunnah, mubah, makruh, haram.
Defenisi Ahliyyah adalah Kepatutan seseorang memiliki beberapa hak dan dan melakukan kewajiban. Dan juga Ahiyyah adalah sifat yang menunjukan seseorang telah sempurna jasmani dan akalnya, sehingga segala tindakannya dapat dinilai sebagai syara’

Daftar Pustaka

Rachmad Syafei, 2007, Ilmu Ushul Fiqh, Pustaka Setia, Bandung.
Syeh Abdul Wahab Khallaf, 1999, Ilmu Ushul Fiqh, Rineka Cipta, Jakarta.