Rabu, 02 Maret 2011
Menggali Makna Kesuksesan
Oleh KH ABDULLAH GYMNASTIAR
Apapun OPINI yang berkembang tentang AA Gim, tapi apa yang ia katakan dan ia tulis dalam karya bukunya bisa membuat orang sadar dan mawas diri... Aa Gim banyak memberi motivasi.
Semoga bermanfaat....
Post Oleh: Rosi NS, S.Pd.I
SEMOGA Allah Yang Maha Agung, mengaruniakan kepada kita kehati-hatian atas kesuksesan, karena orang yang diuji dengan kegagalan ternyata lebih mudah berhasil dibandingkan mereka yang diuji dengan kesuksesan. Banyak orang yang tahan menghadapi kesulitan, tapi sedikit orang yang tahan ketika menghadapi kemudahan dan kelapangan. Ada orang yang bersabar ketika tidak mempunyai harta, tapi banyak orang yang hilang kesabaran ketika hartanya melimpah. Ternyata, harta, pangkat, dan gelar yang seringkali dijadikan sebagai alat ukur kesuksesan, dalam prakteknya malah sering membuat orang tergelincir dalam kesesatan dan kekeliruan.
Lantas, apakah sebenarnya makna dari sebuah kesuksesan? Setiap orang bisa jadi memiliki paradigma yang berbeda mengenai kesuksesan. Namun secara sederhana, sukses bisa dikatakan sebagai sebuah keberhasilan akan tercapainya sesuatu yang telah ditargetkan. Pada dasarnya, dalam dimensi yang lebih luas, sukses adalah milik semua orang. Tetapi persoalan yang sering terjadi adalah bahwa tidak semua orang tahu bagaimana cara mendapatkan kesuksesan itu. Dalam paradigma Islam, kesuksesan memang tidak hanya dilihat dari aspek duniawiah, namun juga ukhrowi. Untuk itu kita butuh suatu sistem atau pola hidup yang memungkinkan kita untuk dapat meraih sukses di dunia sekaligus di akhirat.
Satu hal yang sejak awal harus direnungi bahwa sukses dunia jangan sampai menutup peluang kita untuk meraih sukses akhirat. Justru sukses hakiki adalah saat kita berjumpa dengan Allah nanti. Apalah artinya di dunia dipuji habis-habisan, segala kedudukan digenggam, harta bertumpuk-tumpuk, namun ternyata semua itu tidak ada harganya secuil pun di sisi Allah. Orang yang sukses sebenarnya adalah orang yang berhasil mengenal Allah, berani taat kepada Allah, dan berhasil menjauhi segala laranganNya.
Orang yang sukses sejati adalah orang yang terus-menerus berusaha membersihkan hati. Di sisi lain dia terus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan pengabdian terbaik, dimana hal itu akan terlihat dari keikhlasan dan kemuliaan akhlaqnya. Sukses akhirat akan kita raih ketika sukses dunia yang didapatkan tidak berbenturan dengan rambu-rambu larangan Allah. Betapa bernilai ketika sukses duniawi diperoleh seiring ketaatan kita kepada Allah SWT.
Oleh karena itu jangan pernah merasa sukses saat mendapatkan sesuatu. Kesuksesan kita adalah ketika kita mampu mempersembahkan yang terbaik dari hidup ini untuk kemaslahatan manusia. Itulah rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Itulah Islam. Begitu pula bila kita menyangka bahwa sukses itu jika kita telah memiliki rumah yang megah dan harta yang banyak. Sementara itu, melihat orang yang tinggal di rumah kontrakan kita anggap sebagai tanda kegagalan. Walhasil, kita justru pontang-panting sekedar untuk memenuhi itu semua. Bahkan bisa jadi untuk mendapatkan itu akhlak sama sekali tidak kita perhatikan. Na`udzubillahi min dzalik.
Sebenarnya, siapapun bisa menjadi orang mulia dan sukses, tak peduli ia seorang pembantu rumah tangga, guru, tukang sayur, atau pejabat pemerintah. Selama orang itu bekerja dengan baik dan benar, taat beribadah, dan akhlaknya mulia, dia bisa menjadi orang sukses. Bisa jadi orang yang sukses itu hanyalah seorang pembantu rumah tangga. Saat bekerja ia melakukannya sepenuh hati. Ia bekerja dengan baik. Dalam pekerjaannya itu ia jaga shalatnya, tidak berkata dusta, dan ia benar-benar menjaga kelakuannya terhadap majikan. Sebaliknya ada juga majikan yang kasar, ketus, dan juga kaya, namun kekayaannya itu sendiri didapatkan dengan cara yang tidak halal. Bukankah lebih mulia pembantu daripada majikan yang seperti itu.
Begitupun yang sukses bisa jadi hanya berprofesi sebagai guru SD. Ia tak begitu dikenal. Ke sekolah pun terkadang dengan berjalan kaki. Tetapi dengan tulus ia tetap menjalani profesinya. Bisa jadi ia lebih mulia daripada rektor yang jarang mengenal sujud dihadapan Allah. Sebab apalah arti jabatan rektor tersebut atau gelar profesornya bila tidak memiliki kemampuan mengenal Tuhannya sendiri.
Atau mungkin seorang pedagang sayur. Dia jujur dan tidak pernah mengurangi timbangan. Untungnya juga tidak terlalu banyak. Tetapi ia tetap mulia dalam pandangan Allah. Dibanding pengusaha besar yang sudah licik, suka menyuap, juga serakah. Maka, demi Allah! Kedua-duanya akan sampai kepada kematian. Adapun yang mulia dihadapanNya tetap orang yang jujur.
Maka berhati-hatilah, bukan gelar yang membuat baik seseorang. Bukan jabatan yang membuat seseorang terlihat baik. Itu semua hanyalah “topeng”. Semuanya tak ada apa-apanya kalau pribadinya sendiri tidak berkualitas. Oleh karena itu, pantang kita hormat kepada orang yang tidak menjadikan kemuliaannya untuk taat kepada Allah. Entah itu jabatannya sebagai Direktur Utama sebuah perusahaan, entah ia berpangkat sebagai jenderal, menteri, wakil rakyat, bahkan presiden sekalipun, kalau ia menjadikan pengaruhnya untuk berbuat tidak adil dan berakhlak buruk.
Dalam Al Qur’an Surat Al Hujuraat ayat 13 dijelaskan, bahwa: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu”. Jadi, yang paling mulia bukanlah orang yang paling banyak gelarnya atau orang yang paling kaya dan dianggap paling sukses. Orang mulia dan sukses adalah orang yang berhasil mengenal Allah. Lalu dia taat padaNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
Tegaknya Islam di zaman Rasul Saw juga bukan karena pangkat, kedudukan, dan gelar. Islam tegak karena kemuliaan akhlak kaum muslimin saat itu. Ekonomi Indonesia hancur tidak disebabkan oleh kurangnya orang pintar di negara ini, tapi lebih dominan disebabkan oleh kurangnya orang yang berakhlak mulia. Dunia perpolitikan hancur bukan disebabkan oleh kita yang tidak mengerti politik, tapi lebih disebabkan oleh orang-orang zhalim, licik, serakah, dan tidak bermoral.
Kita kembali ke Al Quran bahwa orang yang sukses adalah orang yang paling berhasil menata dirinya, menata pikirannya, menata matanya, menata mulutnya sehingga hidup ini ada dijalan yang tepat, yang disukai Allah. Posisi apa saja tidak apa-apa, tidak harus menjadi orang top dalam pandangan manusia, yang penting top dalam pandangan Allah karena tidak mungkin semuanya jadi presiden. Toh tidak mungkin satu negara presiden semuanya. Kalau di sebuah negara presiden semua, ini negara bingung, malah negara yang berpenyakit jiwa. Tidak mungkin kita jenderal semua. Kalau kesuksesan dianggap jenderal, maka cuma sedikit orang yang sukses.
Sukses dalam pandangan Allah tidak diukur dalam keadaan gelar, tidak diukur dari penampilan, tidak diukur dari banyaknya jamaah, tidak diukur oleh harta, adalah berhasil tidak dia taat kepada Allah. Sukses adalah ketika dia mempunyai kedudukan, dia tetap taat, tetap tawadhu, dan berakhlak mulia. Dia populer tapi popularitasnya bisa menjadi figur yang mengajak orang lain taat. Maka orang yang sukses adalah orang yang tidak pernah tidak merasa dirinya sukses, kecuali semua ini adalah amanah Allah. Orang yang sukses adalah orang yang tidak merasa suci dan ingin dipuji. Orang yang sukses adalah orang yang selalu bisa memuji Allah, dan taubat memohon ampun. Dia sadar bahwa apapun yang diperolehnya adalah amanah. Insya Allah kita songsong saat kematian kita besok lusa dengan mempersembahkan karya terbaik kita dalam kehidupan. Ikhlas karena Allah. Itulah misi kehidupan kita, bukan pengumpul-ngumpul dunia yang akan kita tinggalkan. Dan itulah makna sukses yang sejati. Wallahua’lam.
SEMOGA Allah Yang Maha Agung, mengaruniakan kepada kita kehati-hatian atas kesuksesan, karena orang yang diuji dengan kegagalan ternyata lebih mudah berhasil dibandingkan mereka yang diuji dengan kesuksesan. Banyak orang yang tahan menghadapi kesulitan, tapi sedikit orang yang tahan ketika menghadapi kemudahan dan kelapangan. Ada orang yang bersabar ketika tidak mempunyai harta, tapi banyak orang yang hilang kesabaran ketika hartanya melimpah. Ternyata, harta, pangkat, dan gelar yang seringkali dijadikan sebagai alat ukur kesuksesan, dalam prakteknya malah sering membuat orang tergelincir dalam kesesatan dan kekeliruan.
Lantas, apakah sebenarnya makna dari sebuah kesuksesan? Setiap orang bisa jadi memiliki paradigma yang berbeda mengenai kesuksesan. Namun secara sederhana, sukses bisa dikatakan sebagai sebuah keberhasilan akan tercapainya sesuatu yang telah ditargetkan. Pada dasarnya, dalam dimensi yang lebih luas, sukses adalah milik semua orang. Tetapi persoalan yang sering terjadi adalah bahwa tidak semua orang tahu bagaimana cara mendapatkan kesuksesan itu. Dalam paradigma Islam, kesuksesan memang tidak hanya dilihat dari aspek duniawiah, namun juga ukhrowi. Untuk itu kita butuh suatu sistem atau pola hidup yang memungkinkan kita untuk dapat meraih sukses di dunia sekaligus di akhirat.
Satu hal yang sejak awal harus direnungi bahwa sukses dunia jangan sampai menutup peluang kita untuk meraih sukses akhirat. Justru sukses hakiki adalah saat kita berjumpa dengan Allah nanti. Apalah artinya di dunia dipuji habis-habisan, segala kedudukan digenggam, harta bertumpuk-tumpuk, namun ternyata semua itu tidak ada harganya secuil pun di sisi Allah. Orang yang sukses sebenarnya adalah orang yang berhasil mengenal Allah, berani taat kepada Allah, dan berhasil menjauhi segala laranganNya.
Orang yang sukses sejati adalah orang yang terus-menerus berusaha membersihkan hati. Di sisi lain dia terus meningkatkan kemampuan untuk mempersembahkan pengabdian terbaik, dimana hal itu akan terlihat dari keikhlasan dan kemuliaan akhlaqnya. Sukses akhirat akan kita raih ketika sukses dunia yang didapatkan tidak berbenturan dengan rambu-rambu larangan Allah. Betapa bernilai ketika sukses duniawi diperoleh seiring ketaatan kita kepada Allah SWT.
Oleh karena itu jangan pernah merasa sukses saat mendapatkan sesuatu. Kesuksesan kita adalah ketika kita mampu mempersembahkan yang terbaik dari hidup ini untuk kemaslahatan manusia. Itulah rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam. Itulah Islam. Begitu pula bila kita menyangka bahwa sukses itu jika kita telah memiliki rumah yang megah dan harta yang banyak. Sementara itu, melihat orang yang tinggal di rumah kontrakan kita anggap sebagai tanda kegagalan. Walhasil, kita justru pontang-panting sekedar untuk memenuhi itu semua. Bahkan bisa jadi untuk mendapatkan itu akhlak sama sekali tidak kita perhatikan. Na`udzubillahi min dzalik.
Sebenarnya, siapapun bisa menjadi orang mulia dan sukses, tak peduli ia seorang pembantu rumah tangga, guru, tukang sayur, atau pejabat pemerintah. Selama orang itu bekerja dengan baik dan benar, taat beribadah, dan akhlaknya mulia, dia bisa menjadi orang sukses. Bisa jadi orang yang sukses itu hanyalah seorang pembantu rumah tangga. Saat bekerja ia melakukannya sepenuh hati. Ia bekerja dengan baik. Dalam pekerjaannya itu ia jaga shalatnya, tidak berkata dusta, dan ia benar-benar menjaga kelakuannya terhadap majikan. Sebaliknya ada juga majikan yang kasar, ketus, dan juga kaya, namun kekayaannya itu sendiri didapatkan dengan cara yang tidak halal. Bukankah lebih mulia pembantu daripada majikan yang seperti itu.
Begitupun yang sukses bisa jadi hanya berprofesi sebagai guru SD. Ia tak begitu dikenal. Ke sekolah pun terkadang dengan berjalan kaki. Tetapi dengan tulus ia tetap menjalani profesinya. Bisa jadi ia lebih mulia daripada rektor yang jarang mengenal sujud dihadapan Allah. Sebab apalah arti jabatan rektor tersebut atau gelar profesornya bila tidak memiliki kemampuan mengenal Tuhannya sendiri.
Atau mungkin seorang pedagang sayur. Dia jujur dan tidak pernah mengurangi timbangan. Untungnya juga tidak terlalu banyak. Tetapi ia tetap mulia dalam pandangan Allah. Dibanding pengusaha besar yang sudah licik, suka menyuap, juga serakah. Maka, demi Allah! Kedua-duanya akan sampai kepada kematian. Adapun yang mulia dihadapanNya tetap orang yang jujur.
Maka berhati-hatilah, bukan gelar yang membuat baik seseorang. Bukan jabatan yang membuat seseorang terlihat baik. Itu semua hanyalah “topeng”. Semuanya tak ada apa-apanya kalau pribadinya sendiri tidak berkualitas. Oleh karena itu, pantang kita hormat kepada orang yang tidak menjadikan kemuliaannya untuk taat kepada Allah. Entah itu jabatannya sebagai Direktur Utama sebuah perusahaan, entah ia berpangkat sebagai jenderal, menteri, wakil rakyat, bahkan presiden sekalipun, kalau ia menjadikan pengaruhnya untuk berbuat tidak adil dan berakhlak buruk.
Dalam Al Qur’an Surat Al Hujuraat ayat 13 dijelaskan, bahwa: “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu”. Jadi, yang paling mulia bukanlah orang yang paling banyak gelarnya atau orang yang paling kaya dan dianggap paling sukses. Orang mulia dan sukses adalah orang yang berhasil mengenal Allah. Lalu dia taat padaNya dan menjauhi larangan-laranganNya.
Tegaknya Islam di zaman Rasul Saw juga bukan karena pangkat, kedudukan, dan gelar. Islam tegak karena kemuliaan akhlak kaum muslimin saat itu. Ekonomi Indonesia hancur tidak disebabkan oleh kurangnya orang pintar di negara ini, tapi lebih dominan disebabkan oleh kurangnya orang yang berakhlak mulia. Dunia perpolitikan hancur bukan disebabkan oleh kita yang tidak mengerti politik, tapi lebih disebabkan oleh orang-orang zhalim, licik, serakah, dan tidak bermoral.
Kita kembali ke Al Quran bahwa orang yang sukses adalah orang yang paling berhasil menata dirinya, menata pikirannya, menata matanya, menata mulutnya sehingga hidup ini ada dijalan yang tepat, yang disukai Allah. Posisi apa saja tidak apa-apa, tidak harus menjadi orang top dalam pandangan manusia, yang penting top dalam pandangan Allah karena tidak mungkin semuanya jadi presiden. Toh tidak mungkin satu negara presiden semuanya. Kalau di sebuah negara presiden semua, ini negara bingung, malah negara yang berpenyakit jiwa. Tidak mungkin kita jenderal semua. Kalau kesuksesan dianggap jenderal, maka cuma sedikit orang yang sukses.
Sukses dalam pandangan Allah tidak diukur dalam keadaan gelar, tidak diukur dari penampilan, tidak diukur dari banyaknya jamaah, tidak diukur oleh harta, adalah berhasil tidak dia taat kepada Allah. Sukses adalah ketika dia mempunyai kedudukan, dia tetap taat, tetap tawadhu, dan berakhlak mulia. Dia populer tapi popularitasnya bisa menjadi figur yang mengajak orang lain taat. Maka orang yang sukses adalah orang yang tidak pernah tidak merasa dirinya sukses, kecuali semua ini adalah amanah Allah. Orang yang sukses adalah orang yang tidak merasa suci dan ingin dipuji. Orang yang sukses adalah orang yang selalu bisa memuji Allah, dan taubat memohon ampun. Dia sadar bahwa apapun yang diperolehnya adalah amanah. Insya Allah kita songsong saat kematian kita besok lusa dengan mempersembahkan karya terbaik kita dalam kehidupan. Ikhlas karena Allah. Itulah misi kehidupan kita, bukan pengumpul-ngumpul dunia yang akan kita tinggalkan. Dan itulah makna sukses yang sejati. Wallahua’lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar